SOLOPOS.COM - Ilustrasi salah satu industri tekstil di Jawa Tengah (Jateng). (Solopos.com/Adhik Kurniawan).

Solopos.com, SEMARANG – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah (Jateng) mengaku industri tekstil di 35 kabupaten/kota sedang melemah pada 2024 ini.

Oleh karena itu, pihaknya membenarkan terkait kabar sejumlah perusahaan tekstil di kabupaten/kota tutup hingga terancam tutup yang bisa menyebabkan badai pemutusan hubungan kerja (PHK).

Promosi Dukung Go Global, BRI Berangkatkan 8 UMKM ke FHA Food & Beverage 2024 Singapore

Ketua Apindo Jateng, Frans Kongi, mengatakan banyak faktor yang menyebabkan industri tekstil di kabupaten/kota tutup hingga terancam tutup.

Namun, penyebab utama, yakni karena mesin-mesin produksi yang sudah ketinggalan zaman sehingga membuat daya saing terus merosot atau menurun.

“Industri tekstil kit ini lemah. Di luar negeri mesin sudah modern, tetapi kita [mesinnya] sudah banyak yang tua, secara efisiensi kalah. Dan kita dilema dari dulu, karena sudah perlu peremajaan mesin, tapi uangnya [peremajaan] tak sedikit, perlu pinjaman Bank, tapi Bank mana mau kasih [pinjaman] kalau tak ada jaminan. Kami minta pemerintah fasilitasi, tapi tidak ditanggapi serius,” keluh Frans kepada Solopos.com, Rabu (19/6/2024).

Tak hanya permasalahan mesin, masyarakat hingga buyer atau pembeli yang tak mencintai produk dalam negerin atau lebih memilih produk import juga disebut menjadi penyebab selanjutnya di bidang produksi.

Selain itu, kurs rupiah yang melemah turut menghantam industri textile yang bermain di bidang ekspor.

“Garmen kita ya, kainnya itu buyer menentukannya dari luar negeri karena selalu mencari harga murah, jadi kita tinggal jahit, makanya banyak import kain, jadi bukan beli dalam negeri, sedikit itu [beli dalam negeri]. Dan karena dikehendaki buyer, sehingga harus ikuti [beli luar negeri]. Belum ditambah import pakaian jadi banyak masuk Indonesia, padahal kita punya industri [tekstil] sendiri, kalau seperti ini tak bisa bersaing, mereka [luar negeri] lebih efisien dan efektif, ditambah harga lebih murah,” sambungnya.

Oleh karena itu, terang Frans, para pengusaha tak henti-hentinya selalu meminta bantuan pemerintah untuk terus mengampanyekan beli produk dalam negeri.

Kemudian kepada masyarakat, ia berharap bisa turut membantu pertumbuhan ekonomi di Jateng dengan lebih mencintai produk dalam negeri,

“Tapi masalahnya sekarang daya beli masyarakat masih tidak kuat, masih suka produk impor, mereka cari murah. Ditambah kebijakan Menteri Perdagangan yang memudahkan impor ini bagaimana? Kalau begini terus lama-lama merugi karena daya beli terus berkurang. Akan tetapi kita akan terus berjaung, berusaha agar tidak PHK karyawan, berusaha agar tidak goyah. Tapi kalau tetap tak bisa [berjuang] mau bagaimana lagi,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, iklim industri di Jawa Tengah (Jateng) sedang dibayang-banyangi badai pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran imbas dari lima pabrik tekstil dikabarkan tutup pada 2024 ini.

Bahkan saat ini, banyak pabrik tekstil lainya yang sedang berjuang agar tak mengalami nasib serupa.

“[Ada 10.300 PHK imbas lima pabrik tekstil tutup?] Saya tak tahu betul jumlahnya berapa, angkanya itu [PHK] saya tak tahu pasti. Tetapi yang jelas, mereka [perusahaan tutup] anggota kita. Dan kita sudah imbau kepada teman-teman, bisnis memang naik turun, kita berusaha bertahan. Namun, kalau tak bisa [bertahan] mau bilang apa,” kata Frans Kongi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya