SOLOPOS.COM - Kepala Disnakertrans Jateng, Ahmad Aziz, saat konferensi pers ramainya kabar perusahaan di Jateng tutup dan goyang hingga sebabkan badai PHK di Kantor Disnakertrans Jateng, Rabu (19/6/2024). (Solopos.com/Adhik Kurniawan).

Solopos.com, SEMARANG — Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah (Disnakertrans Jateng), mencatat ada 7.437 buruh atau pekerja kena pemutusan hubungan kerja (PHK) selama Januari-Mei 2024. Sementara, jumlah perusahaan yang bangkrut hingga tutup berjumlah empat, dan satu perusahaan lagi mengalami pailit.

Kepala Disnakertrans Jateng, Ahmad Aziz, mengatakan empat perusahaan tutup itu adalah PT Semar Mas Garment Boyolali (197 PHK), PT Cermai Makmur Boyolali, (55 PHK), PT Maju Sakti Abadi Ngadirojo Wonogiri (105 PHK) dan Bank Purworejo (60 PHK). Sementara perusahaan yang mengalami pailit adalah PT Cahaya Timur Garmindo, dengan potensi karyawan yang mengalami PHK mencapai 650 orang.

Promosi BRI Ranking 1 Indonesia & Ke-4 Asia Tenggara Versi Fortune Southeast Asia 500

“Tahun 2023, PHK angkanya mencapai 8.588 orang, kemudian di 2024 ini ada 7.437 orang PHK. Dan PHK ini pilihan terakhir, perusahaan [yang masih beroperasi] pertama mengurangi jam/sif, kedua bisa di-rumahkan. Kalau sudah terpaksa sekali [bangkrut/tutup] PHK. Kemudian PHK tidak mudah bagi perusahaan karena harus membayar hak karyawan,” ungkap Aziz saat menggelar jumpa pers di kantornya, Rabu (19/6/2024).

Berkaca dari angka tersebut, Aziz mengeklaim keberlangsungan pelaku usaha industri di Jateng belakangan ini memang sangat dinamis. Hal ini dikaenakan banyak perusahaan yang melakukan PHK, namun juga ada perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja baru pada beberapa sektor.

“Tahun 2024 ini pencari kerja ada 110.323 dengan loker [lowongan kerja] mencapai 95.780,” klaimnya.

Pabrik Tekstil

Sementara bila ditelisik secara keseluruhan, jumlah pabrik yang beroperasi pada 35 kabupaten/kota di Jateng mencapai 100.992 unit. Pabrik sebanyak itu meliputi pabrik skala besar (100 lebih tenaga kerja), pabrik skala menengah (50-100 tenaga kerja), pabrik skala kecil (25-50 tenaga kerja), dan pabrik mikro (1-25 tenaga kerja).

“Sekitar 10 pabrik di antaranya bergerak di industri pertekstilan,” terang Azis.

Aziz pun tak menampik bila ada pabrik tekstil yang melakukan PHK. Kebanyakan mereka terdampak dengan kondisi pasar bebas di mana Jateng selama ini banyak bermunculan produk impor.

“Kan emang situasi Jawa Tengah itu kondisinya dinamis. Tiap perusahaan bersaing dengan produk impor, tapi buyernya masih punya komitmen melakukan kerja sama. Seperti PT Sritex itu aman produksinya tahun 2024. Pan Brothers juga masih butuh tenaga kerja,” tuturnya.

Tak hanya masalah impor, imbuh Aziz, selama ini juga banyak pabrik yang kesulitan beroperasi karena kesulitan membayar tagihan listrik. Alhasil, pabrik tersebut pun tak bisa melakukan produksi.

Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng, Frans Kongi, mengatakan banyak faktor yang menyebabkan industri tekstil di kabupaten/kota tutup hingga terancam tutup. Namun, penyebab utama, yakni karena mesin-mesin produksi yang sudah ketinggalan zaman sehingga membuat daya saing terus merosot atau menurun.

“Industri tekstil kita lemah. Di luar negeri mesin sudah modern, tetapi kita [mesinnya] sudah banyak yang tua, secara efisiensi kalah. Dan kita dilema dari dulu, karena sudah perlu peremajaan mesin, tapi uangnya tak sedikit. Perlu pinjaman bank, tapi enggak dikasih kalua enggak punya jaminan. Kami minta pemerintah memfasilitasi, tapi tak ditanggapi serius,” keluh Frans Kongi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya