Jateng
Senin, 27 November 2023 - 22:35 WIB

Petani Tembakau Jawa Tengah Hadapi Sejumlah Masalah

Astrid Prihatini WD  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi petani tembakau. (Freepik)

Solopos.com, TEMANGGUNG-Tembakau selama ini menjadi sumber penghidupan bagi daerah-daerah sentra tembakau di Provinsi Jawa Tengah. Tembakau juga menjadi produk unggulan karena secara nilai hasil lebih menguntungkan dibandingkan komoditas pertanian lainnya.

Menurut Ketua APTI Jateng, Wisnu Brata,  jumlah petani tembakau secara nasional ada 1,5 juta-2 juta petani. Sedangkan khusus di Jawa Tengah ada 450.000-600.000 petani. Data tersebut merupakan data tahun 2023.

Advertisement

Namun menurut Wisnu, saat ini petani tembakau Jawa Tengah menghadapi sejumlah masalah. “Sekarang ini produksi kita ini menurun karena kita menghadapi impor dari luar negeri. Jumlah impor mengalami kenaikan secara signifikan,” tuturnya dalam wawancara melalui telepon dengan Solopos.com, beberapa waktu lalu.

Jumlah impor tembakau saat ini menurut dia mencapai  150.000 ton. Produksi nasional mencapai 200.000-an ton, sedangkan kebutuhan pasar nasional sekitar 300.000-an ton.

“Dari dulu tahun 1970-an sampai 2011 jaya, tapi begitu impor tembakau masuk ditambah kenaikan cukai yang semakin tidak rasional, kita semakin tertekan,” tuturnya.

Advertisement

Secara kualitas menurutnya kualitas tembakau Jawa Tengah tidak kalah dengan kualitas tembakau impor.  “Kita berani bersaing tapi masalahnya petani kita tidak mencapai nilai ekonomis. Karena tanahnya hanya 300-an meter persegi, bisa mencapai nilai ekonomis jika lahan di atas 5 hektare,” tutur pria yang juga menjabat Wakil Ketua APTI Nasional ini.

Ada sejumlah penyebab tembakau Jawa Tengah kalah bersaing dengan impor, salah satunya dari sisi harga. Hal ini lantaran ada sejumlah kebijakan tidak berpihak kepada petani, misalnya pupuk.

“Yang jadi masalah itu kebutuhan pupuk. Pupuk terbatas sekali, petani harus membeli pupuk. Selain itu, kita semua serba manual,” tuturnya.

Sedangkan petani tembakau impor memiliki lahan luas, keberpihakan pemerintah dan sudah dibantu dengan teknologi tinggi.  “Harga tembakau impor lebih murah. Yang jadi masalah adalah harga yang harus bertarung dengan impor. Mereka berani jual lebih murah, tembakau impor Rp55.000 per kg sedangkan untuk harga tembakau kita Rp60.000,” ujarnya memberikan contoh.

Advertisement

Impor tembakau berasal dari China, Amerika Serikat, Zimbabwe, dan Turki.

Hal kurang lebih senada diungkapkan Ganjar Pranowo saat masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah. Menurutnya keberadaan tembakau nasional dan Jawa Tengah khususnya terancam dengan permasalahan masuknya tembakau impor.

“Impor tembakau dari luar negeri malah semakin hari semakin meningkat. Tahun 2015 misalnya impornya itu kira-kira ya 75.000 ton tahun berikutnya naik jadi 80.000 ton berikutnya lagi naik semakin tinggi kira-kira dalam catatan kami ada 119.000-an ton dan tahun 2018 lalu sudah diangka 121.000 ton,” ujarnya dikutip dari kanal YouTube Ganjar.

Ketika petani Temanggung merana menurutnya industri tembakau besar yang ada di Tiongkok justru menanam tembakau varietas dari Temanggung.

Advertisement

“Jangan-jangan beberapa tahun lagi ketika tembakau sudah hilang dari Temanggung kita malah impor tembakau Temanggung dari Tiongkok. Jangan sampai kejadian seperti itu. Karena itu [tembakau] kekayaan kita. Diakui atau tidak para petani telah memberikan andil terhadap perekonomian negeri ini,” tuturnya.

Ganjar lantas memberikan perbandingan saat Migas berkontribusi sekitar Rp120 triliun pada negara kira-kira tahun 2019 lalu tembakau mampu berkontribusi Rp163 triliun. Lalu pada 2020 lalu saat Migas berkontribusi kira-kira Rp96 triliunan pada penerimaan negara tembakau berkontribusi sekitar Rp170 triliun lebih pada bulan Agustus.

“Lalu kemarin pemerintah pusat menargetkan kenaikan cukai pada tahun 2022 jadi sekitar Rp233 triliun dan itu cerita hadiah yang luar biasa tapi di sisi lain  petani tembakau saat ini justru merasa was-was karena harus berhadapan dengan laju gelombang impor tembakau yang semakin besar,” tutur Ganjar.

Penghasil tembakau tertinggi di Indonesia yaitu Provinsi Jatim, Jateng, NTB, serta Jawa Barat. “Masing-masing punya grade-nya sendiri dari grade A sampai grade yang paling bagus dan paling mahal harganya. Sebagai gambaran grade yang biasanya dari tembakau Temanggung itu harganya bisa sampai Rp1 juta per kilonya sedangkan grade A sampai C ya paling-paling sekitar Rp40.000 sampai Rp90.000 kalau melihat itu harusnya para petani tembakau makmur dan sejahtera tapi nyatanya tidak karena kurangnya keberpihakan dari kita,” ujar Ganjar.

Advertisement

Selain menghadapi banjirnya tembakau impor, petani tembakau Jawa Tengah juga menghadapi tekanan dari kenaikan harga cukai. Kenaikan harga cukai justru merugikan petani.

“Cukai naik dampak terbesarnya ternyata ke petani begitu kata mereka kepada saya juga naik pabrik mengurangi serapan lalu harga di tingkat petani ya langsung bles ambles grade A sampai D yang harusnya sekitar Rp90.000-an harganya anjlok bisa sampai Rp10.000-an remuk pokoknya remuk,” tuturnya.

Sementara produksi tembakau Indonesia tak hanya untuk mencukupi kebutuhan nasional melainkan ada juga yang diekspor. “Ekspor tembakau Indonesia berada di kisaran 20.000 hingga 30.000-an ton per tahun sedangkan produk industri hasil tembakau yang diekspor pada tahun 2021 mencapai total 91.000 ton  nominal ekspor tahun 2021 mencapai US$855 juta atau sekitar Rp12 triliun,” tuturnya.

Kebutuhan ini dihidupi oleh total 180.000-an ton produksi tembakau dalam negeri jumlah ini sebenarnya masih kurang jika melihat kebutuhan tembakau untuk industri secara keseluruhan yang mencapai 410.000 per tahunnya apalagi jika melihat data terakhir yang menunjukkan produksi tembakau yang turun 9,41% pada tahun 2021.

“Kesenjangan kebutuhan ini yang memicu kebijakan impor dari pelaku industri untuk memenuhi kebutuhan,” ujarnya.

Kekhawatiran kurang lebih senada tentang bakal menghilangnya tembakau Jawa Tengah juga diungkapkan Sutopo, salah satu petani Temanggung. Menurutnya saat ini di Provinsi Yunan, China, tengah dilakukan budidaya tembakau varietas kemloko. Padahal varietas itu asli dari Jawa Tengah.

Advertisement

“Di Provinsi Yunan di negara China itu dikembangkan budidaya tembakau 200 hektar di ketinggian 2.000 mdpl dan itu varietasnya adalah varietas kemloko
yang asli Temanggung pola budidayanya sama persis jadi lahan pertanian dibersihkan kemudian buat lubang tanam ada pupuk kandang disitu kemudian diurut kemudian ditunggal, ditunggal itu dikasih lubang untuk meletakkan bibit tembakau itu persis [dengan di Temanggung],” tuturnya.

Ketika ada kenaikan cukai rokok menurut Sutopo justru petani tembakau yang paling menderita.  “Kertas sudah ada standar harga plastik ada standar harga di industri itu untuk membayar listrik negara sudah menentukan, upah tenaga kerja itu juga sudah ada ketentuan. Nah ini nanti yang akan menjadi dampak yang menjadi bumpernya adalah bahan baku yang bisa ditekan bahan baku itu dari siapa? Mereka tidak ngambil margin mereka tapi menekan ke bawah harganya itu yang aman,” ujarnya.

Untuk menyelamatkan masa depan tembakau Jawa Tengah, Ganjar menggagas adanya pembuatan semacam tobacco center. Di tempat ini bisa dilakukan riset sejumlah varietas.

“Kita bikin semacam tobacco center maka risetnya akan dilakukan berapa varietas yang dimiliki kualitasnya akan seperti apa bagaimana memproduksi yang srintil itu bagaimana politik tembakau  dunia agar kita bisa memasok mereka dan kita juaranya kan kita tidak harus kita yang merokok,” ujarnya.

Menurutnya menjadi daerah penghasil tembakau bukan berarti harus menjadi perokok. Justru, hasil pertanian tembakau bisa untuk memenuhi kebutuhan dunia atau diekspor.

“Karena bicara tentang  tembakau sebenarnya tidak cuma menyangkut rokok. Kita bisa kok mengeksplorasi lebih jauh lagi soal tembakau ini saya sih kepingin bercita-cita memiliki tobacco center sebagai pusat riset dan pengembangan,” tuturnya.

Dengan adanya tobacco center atau  pusat tembakau menurut Ganjar kita bisa tahu banyak informasi seputar tembakau dan rokok. “Kita tahu dunia itu penghasil tembakaunya mana saja rokoknya mana saja tembakaunya diambil dari mana saja sebaiknya seperti itu dong yang musti kita lakukan sehingga kita bertani di sini untuk dikirim ke sana. Tidak harus dikonsumsi [kita sendiri] sehingga dalam konteks kesehatan nanti tidak akan berkonflik terus menerus,” ujarnya.

Ganjar juga mengemukakan bisa bekerja sama dengan menggandeng BRIN untuk keperluan riset produk turunan tembakau misalnya untuk obat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif