SOLOPOS.COM - Papan nama tanda masuk wilayah Dusun Kedungglatik, Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Selasa (2/7/2024). (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, UNGARAN – Berada di tengah-tengah proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Jragung, Dusun Kedungglatik, Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng) kini setiap hari berselimut dengan debu.

Warga setempat harus bersahabat dengan debu jalanan selama tiga tahun terakhir ini.

Promosi Direksi BRI Kembali Lakukan Aksi Borong Saham BBRI hingga Miliaran Rupiah

Untuk mencapai titik lokasi dusun itu, membutuhkan kendaraan yang prima. Sebab dusun tersebut letaknya di tengah-tengah proyek bendungan.

Satu-satunya akses menuju dusun itu harus melewati jalan Desa Candirejo kemudian menyusuri jalan berbatu yang juga untuk lalu lalang truk pengangkut material tanah dan batu untuk pembangunan.

Saat musim kemarau, suasana yang gersang dan berdebu mengharuskan pengendara memakai masker.  Lalu, ketika musim penghujan, pengendara harus lebih berhati-hati, karena jalan berbatu tersebut penuh tanah lempung yang membuatnya menjadi licin.

Suasana di Dusun Kedungglatik sudah seperti layaknya perkampungan dalam lingkungan proyek. Sebagian besar warganya kini beralih profesi sebagai pedagang makanan juga minuman.

Mereka menyediakan makanan tersebut untuk pekerja proyek yang jumlahnya ratusan orang.

Salah seorang warga setempat, Karsini, 65, mengaku sejak proyek pembangunan bendungan, warga banyak yang berjualan di depan rumahnya.

Hasil yang didapatkan dari berjualan tersebut cukup lumayan. Karena banyak pekerja yang membeli makanan dan minuman.

“Kalau jam istirahat ramai di sini. Pada beli makan, es, dan kopi. Karena ini jadi dusun satu-satunya yang berada di proyek bendungan,” kata Karsini kepada Solopos.com, Selasa (2/7/2024).

Tak Lagi Jadi Petani

Diakuinya, sebelum adanya proyek bendungan, warga rata-rata bekerja sebagai petani jagung. Mereka menanam jagung di lahan-lahan perbukitan yang gersang. Namun setelah proyek itu, warga beralih menjadi pedagang.

“Karena lahannya jagung itu milik perhutani, jadi setelah dibangun, enggak bisa menanam lagi. Tapi sekarang jualan saja di rumah. Kalau yang laki-laki pada ikut kerja di proyek,” ungkapnya.

Meskipun berdekatan dengan proyek bendungan, kata Karsini, aktivitas warga berjalan dengan normal. Hanya, mereka harus memakai masker ketika berada di luar rumah.

Selain itu, untuk keluar dari dusun harus ekstra hati-hati. Sebab selain jalan yang rusak, juga banyak kendaraan besar lalu lalang.

“Kalau masker dari proyek kita dikasih gratis. Kalau susahnya jika ingin ke pasar atau desa sebelah. Harus hati-hati jalannya ekstrem,” jelasnya.

Sebagai informasi, Bendungan Jragung diproyeksikan akan memiliki kapasitas tampung sebesar 90 juta meter kubik dan kuasa genangan 503,1 hektare.

Bendungan ini akan menyuplai air dari daerah irigasi pertanian seluas 4.528 hektare di Kabupaten Semarang.

Selain itu, Bendungan Jragung juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber air baku dengan kapasitas satu meter kubik per detik untuk menyuplai wilayah Kabupaten Semarang, Demak, dan Grobogan.

Selain itu juga bermanfaat untuk mereduksi banjir sebesar 45 persen, pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) dengan kapasitas 1.400 kilowatt, dan destinasi wisata air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya