Jateng
Jumat, 19 April 2024 - 19:51 WIB

Rupiah Melemah, Industri di Jateng Terdampak

Adhik Kurniawan  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pergerakan kurs rupiah (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, SEMARANG – Nilai rupiah yang melemah karena nilai tukar dolar America Serikat (AS) terus meroket hingga Rp16.200 per dolar bakal berdampak pada inflasi dan bahan baku industri di Jawa Tengah (Jateng). Hal itu dikarenakan 90 persen bahan baku industri di Jateng masih mengandalkan produk dari luar negeri.

Hal itu disampaikan Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jateng, Hary Nuryanto, yang menyebut banyak pengusaha yang merasa waswas. Bahkan, jika masalah ini tak segera diatasi, dampak yang dirasa bisa sampai ke masyarakat luas.

Advertisement

“Ini lambat laun inflasi bakal naik, utamanya barang produksi impor. Ditambah harga minyak mentah dunia belum stabil karena perang Iran dan Israel. Imbasnya nanti ke biaya logistik akibat perdagangan yang naik semua,” terang Nuryanto kepada Solopos.com, Jumat (19/4/2024).

Apalagi, lanjut Nuryanto, hampir 90 persen bahan baku industri di Jateng masih bergantung pada produk dari luar negeri. Oleh karena itu, dalam waktu dekat biaya logistik sejumlah perusahaan di Jateng akan mengalami kenaikan.

Advertisement

Apalagi, lanjut Nuryanto, hampir 90 persen bahan baku industri di Jateng masih bergantung pada produk dari luar negeri. Oleh karena itu, dalam waktu dekat biaya logistik sejumlah perusahaan di Jateng akan mengalami kenaikan.

“Industri manufaktur kita bahan baku ketergantungannya masih besar, 90 persen. Dan 30 persennya dari China. Semacam tekstil itu benang dan sebagainya impor. Terus industri kaya kursi, besinya juga bahan baku luar. Nilai rupiah lemah, bahan baku naik, logistik naik, dampaknya biaya produksi dalam negeri,” sambungnya.

Tak hanya itu, melemahnya rupiah juga bakal berdampak pada pembangunan infrastruktur di Jawa Tengah. Sebab, dolar AS yang tembus Rp16.200 per dolar bakal mengikis anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Advertisement

Hal senada juga disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi, yang menilai nilai tukar rupiah yang lemah bisa berdampak negatif pada sektor manufaktur.

“Kalau dolar naik sudah barang tentu sangat berpengaruh terhadap industri kita di dalam negeri. Karena bahan baku kita 80 persen masih impor,” kata Frans.

Frans mewanti-wanti jika kondisi saat ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin akan membahayakan perekonomian dalam negeri. Khususnya, bagi para individu yang bekerja di sektor industri.

Advertisement

Oleh karena itu, Mei nanti akan menjadi masa penentuan nasib pengusaha dalam negeri. Apabila pemerintah gagal mengendalikan nilai tukar rupiah, maka akan berdampak pada pengusaha yang gulur tikar.

“Misalnya biaya kapal ekspor, sekarang itu sudah naik 2 kali lipat. Ini sudah menambah beban biaya produksi, itu bisa mengurangi daya saing produk kita di luar negeri,” tutupnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif