SOLOPOS.COM - Penampakan rumah di kampung mati yang terletak di Cepoko, Gunungpati, Semarang. (Solopos.com-Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SEMARANG – Beberapa hari terakhir, jagat media sosial (medsos) diramaikan dengan kabar adanya sebuah perkampungan “mati” atau tanpa penghuni di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Kampung mati itu disebut-sebut terletak di Kelurahan Cepoko, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.

Bahkan jika ditelusuri dengan aplikasi Googlemaps, kampung yang terletak di RT 004 RW 001 Kelurahan Cepoko itu juga bernama kampung mati. Hal itu pun mengundang rasa penasaran warganet terkait keberadaan kampung mati di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah (Jateng).

Promosi BRI Perkuat Kolaborasi Strategis dengan Microsoft Dorong Inklusi Keuangan

Solopos.com pun berusaha menelusuri keberadaan kampung mati di Kota Semarang itu, Selasa (17/10/2023). Di perkampungan itu memang terdapat tujuh rumah yang tidak berpenghuni. Rumah-rumahh itu terbuat dari tembok dengan halaman yang cukup luas. Bahkan beberapa di antaranya merupakan rumah dengan arsitektur megah dan memiliki dua lantai.

Kendati megah, rumput liar sudah menjulang tinggi menutupi bangunan baik di luar maupun dalam rumah. Bahkan, beberapa bagian rumah telah rusak, hilang, dan ada yang sudah dirobohkan.

Di antara tujuh rumah tersebut, ada satu rumah yang masih terlihat ada kehidupan. Namun, rumah itu rupanya sudah lama tidak ditempati dan hanya diperuntukkan sebagai gudang penyimpangan tabung gas elpiji.

Seorang pekerja di gudang penyimpangan tabung gas elpiji itu, Naili, membantah jika permukiman tersebut dijuluki kampung mati. Menurutnya, julukan kampung mati di Semarang itu hanyalah ulah para konten kreator untuk menambah viewers di jejaring media sosialnya.

“Kurang tahu yang menamai kampung mati siapa. Orang iseng itu paling, karena memang banyak konten kreator yang ke sini buat konten-konten horor. Padahal di sini bukan kampung mati dan enggak sehoror yang mereka ceritakan. Jadi agak dilebih-lebihkan itu,” ujar Naili kepada Solopos.com, Selasa (17/10/2023).

Naili yang sudah bekerja selama dua tahun di perkampungan itu. Selama itu pula, Naili mengaku tidak pernah mengalami peristiwa yang menyeramkan, seperti melihat mahkluk astral atau mahkluk halus.

“Mereka [konten kreator] datang juga enggak izin. Diam-diam pas malam hari. Warga yang tadinya biasa saja, jadi kepikiran horor dan mengira di sini benar-benar horor. Padahal enggak. Biasa saja. Selain itu, kalau saya pas bersih-bersih juga sering nemu bekas puntung rokok dan kopi. Sepertinya ada yang sengaja datang untuk cari nomor [togel],” tuturnya.

Salah Kaprah

Sementara itu, Lurah Cepoko, Dwie Setyo Febrianto, menegaskan jika nama kampung mati yang dikabarkan serta tertera di Googlemap adalah salah kaprah. Selain itu, tanah beserta tujuh unit rumah tersebut juga tidak ditinggalkan, namun telah dijual ke orang lain.

“Sebenarnya bukan kampung mati. Kampung kan minimal 1 RW. Nah itu saja masuknya sebagian wilayah di RT4 dari RW1,” ungkap Dwi di kantornya.

Saat ditanya penyebab atau alasan rumah-rumah itu dijual, Dwie mengaku tak tahu secara pasti. Namun jauh sebelum itu, tepatnya pada tahun 1980-an, wilayah tersebut adalah sebuah perumahan dengan belasan unit rumah.

“Ditinggalkanya sudah lama, tahun 80-an. Alasan pasti kurang tahu, tapi kemudian dibeli satu per satu oleh Pak Dani, pengusaha sukses asal Cepoko. Sekaran rumah dan tanah di sana itu miliknya semua. Usaha gudang elpiji juga milik Pak Dani,” ungkap Dwi.

Ia pun menyayangkan banyaknya konten kreator yang kerap menyambangi perkampungan itu. Ia pun mengimbau para konten kreator yang datang ke rumah-rumah yang disebut sebagai kampung mati di Semarang itu untuk meminta izin terlebih dahulu. Hal itu dikarenakan rumah dan tanah di lokasi itu ada pemiliknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya