SOLOPOS.COM - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta saat konferensi pers dugaan penganiaan oleh aparat, melalui zoom, Selasa (27/6/2023). (Solopos.com/Adhik Kurniawan).

Solopos.com, BANYUMAS — Kasus meninggalnya tahanan kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di ruang tahanan Polresta Banyumas berbuntut panjang. Meski Polresta Banyumas telah menetapkan 10 orang tersangka dalam kasus tersebut, rupanya pihak keluarga korban masih belum menerima.

Keluarga korban atau tahanan yang meninggal dunia, berinisial OK, 28, itu menduga ada peran aparat kepolisian di balik insiden itu. Mereka pun mengadukan hal tersebut ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Yogyakarta untuk meminta pendampingan hukum atas kasus tersebut.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Kakak sepupu OK, Purwanto, menilai ada kejanggalan di balik kematian saudaranya itu. Berdasarkan laporan kepolisian, OK meninggal akibat sakit gagal ginjal, liver, dan kandungan alkohol yang tinggi.

“Tapi ketika kami keluarga meminta mengecek kondisi jenazah, tidak diperbolehkan. Kami malah diminat untuk segera membawa pulang [korban] dan mengebumikannya,” ujar Purwanto dalam jumpa pers yang digelar secara daring bersama LBH Yogyakarta, Selasa (27/6/2023).

Tak percaya begitu saja dengan pernyataan kepolisian, Purwanto dan pihak keluarga tetap membuka jenazah yang telah dibungkus kain kafan itu saat tiba di rumah duka. Saat dibuka itu kondisi jenazah disebut penuh luka. Ia pun langsung memfoto sebanyak delapan jepretan dan satu rekaman video sebagai bukti adanya tindak kekerasan, sebelum jenazah korban dimakamkan.

“Di punggung itu saya lihat ada seperti sayatan, di paha kaki, di pergelangan kaki. Terus perut ada luka seperti sabetan. Kemudian kepalanya juga tampak memar,” bebernya.

Pelanggaran HAM

Pengacara publik LBH Yogyakarta, Danang Kurnia Awami, menilai adanya dugaan tindak kekerasan yang dilakukan aparat. Bahkan, disinyalir ada banyak hal yang diduga dilanggar aparat dalam peristiwa itu.

“Salah satunya soal surat perintah penangkapan. Keluarga berhak mendapat informasi, di mana saat itu, kepolisian tidak menunjukanya [surat penangkapan]. Kemudian ada juga UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan konvensi antipenyiksaan, kami menduga ada itu [pelanggaran HAM],” tegas Danang.

LBH Yogyakarta mendesak Mabes Polri maupun Polda Jateng mengusut kasus dugaan tindak penganiayaan yang dilakukan aparat Polresta Banyumas kepada korban, yang merupakan tahanan kasus curanmor. Hal itu perlu dilakukan menyusul perlu adanya heirarki lebih tinggi agar kasus itu berjalan transparan.

“Pertanggungjawaban tak bisa lepas dari kepolisian karena ada di sana. Mabes Polri atau setidaknya Polda Jawa Tengah perlu mengambil alih penanganan kasus ini,” tutupnya.

Kasus meninggalnya tahanan di ruang tahanan Mapolresta Banyumas itu terjadi pada awal Juni lalu, tepatnya Jumat (2/6/2023). Kala itu, OK ditangkap karena diduga melakukan tindak curanmor pada 15 Mei 2023. Namun, selang beberapa hari, pada 18 Mei 2023, OK mengalami luka-luka hingga dilarikan ke RSUD Prof dr Margono Soeparjo Purwokerto.

Selang beberapa hari dirawat, OK menghembuskan nafas terakhir pada 2 Juni 2022. Ia meninggal dunia diduga karena mengalami penyiksaan.

Polresta Banyumas pun telah menetapkan 10 orang tersangka dalam kasus ini. Ke-10 orang tersebut merupakan tahanan yang dititipkan di ruang tahanan Polresta Banyumas. Polresta Banyumas berdalih penetapan 10 tersangka itu merupakan hasil penyelidikan yang didasari dari pemeriksaan kamera closed circuit television (CCTV).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya