SOLOPOS.COM - Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Tengah (Jateng), Nurkholis, saat memberikan sambutan dalam acara FGD terkait pertambangan di Hotel Patra, Kota Semarang, Selasa (20/9/2023). (Solopos.com-AMSI Jateng)

Solopos.com, SEMARANG — Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Tengah (Jateng), Nurkholis, mengajak awak media atau jurnalis untuk meningkatkan literasi soal tambang. Tanpa pengetahuan yang baik, jurnalis bisa salah dalam menulis persoalan tambang dan secara tidak sadar berpotensi menjadi alat kepentingan kelompok tertentu.

Hal tersebut disampaikan Nurkholis saat membuka acara Forum Group Discussions (FGD) bertajuk Ilegal Mining: Tragedi Banyumas dan Pertambangan Jawa Tengah di Hotel Patra, Kota Semarang, Selasa (20/9/2023).

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

Nurkholis mengaku kegiatan FGD ini sebenarnya merupakan upaya AMSI Jateng untuk memberikan edukasi terhadap awak media atau jurnalis agar tidak salah saat menciptakan karya atau menulis pemberitaan terkait tambang. Ia pun berharap melalui FGD ini, jurnalis jadi lebih paham isu  pertambangan, sehingga bisa menciptakan karya yang kredibel dan menjunjung etika jurnalisme, terutama pemberitaan yang berimbang.

“Disadari atau tidak jurnalis sering dijadikan ‘alat’ oleh oknum yang merugikan pihak yang sebenarnya tidak terkait. Ini jadi catatan dari media bahwa harus menyampaikan informasi berimbang,” ujar Nurkholis.

Nurkholis menilai masih banyak awak media yang belum paham tentang tambang legal maupun tambang ilegal. Hal itu akhirnya menimbulkan kesalahan persepsi masyarakat dan berimbas kepada pelaku tambang legal. Padahal, pelaku tambang legal turut andil dalam pembangunan daerah karena membayar pajak dan melakukan reklamasi.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Mineral dan Batuan (Minerba) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng, Agus Sugiharto, membenarkan jika praktik pertambangan ilegal di Jateng tergolong masif.

Lahan Terdampak

Berdasarkan data Dinas ESDM Jateng yang dipaparkan dalam kegiatan FGD itu, ada sekitar 94 praktik pertambangan tanpa izin atau ilegal di berbagai daerah di Jateng sepanjang tahun 2023. Sementara, jumlah lahan yang terdampak mencapai 87,65 hektare, di mana terluas ada di Sukoharjo dengan luas 13,75 hektare.

“Kalau praktik tambang ilegal itu biasanya tidak dipasangi plang. Kalau yang berizin, ada plang yang tertulis izin, nomor IUP, dan peruntukkan lokasi tambang,” ungkap Agus.

Agus juga meminta peran serta masyarakat dalam memberantas praktik tambang ilegal di Jateng. Masyarakat bisa mengawasi praktik pertambangan yang ada di wilayahnya.

“Namanya penambangan itu sudah diatur [Undang-Undang], kalau kemudian ilegal [menyalahi aturan] berarti itu pencurian SDA [sumber daya alam]. Yang jadi masalah, pencurian ini dibiarkan oleh masyarakat,” tutur Agus.

Agus juga meminta masyarakat untuk mengubah persepsi soal penambangan. Menurutnya, selama ini persepsi yang berkembang di masyarakat cenderung menyudutkan pelaku tambang karena dianggap merusak alam.

“Jadi tambang itu tidak merusak [selama legal]. Kalau merusak, tutup saja semua fakultas [perguruan tinggi] yang ada jurusan pertambangannya,” ujar Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya