SOLOPOS.COM - Potret rumah makan “Kampung Basahan” di depan Paragon City Mall Semarang ini jadi penanda eksistensi kampung yang pernah ditinggali Panglima Tempur Pangeran Diponegoro, Sentot Ali Basah. Rabu (19/6/2024) (Solopos.com/Fitroh Nurikhsan)

Solopos.com, SEMARANG — Mungkin banyak orang yang tidak menyadari kalua gang kecil di depan Paragon City Mall, Jalan Pemuda, Kota Semarang, merupakan sebuah kampung yang mungil.

Perkampungan yang kini sering dijadikan jalan pintas menuju Jalan Pierre Tendean dari Jalan Pemuda itu bernama Kampung Basahan. Luas kampung ini tidak besar, bahkan hanya berisikan tiga unit rumah.

Promosi BRI Kenalkan Berbagai Inovasi Unggulan di Kick-Off BUMN AI Center of Excellence

Kendati demikian, Kampung Basahan bisa dibilang salah satu kampung kuno yang memiliki sejarah panjang dan saksi perabadan Kota Semarang dari masa ke masa.

Jati, seorang penjual warung makan sop dan gongso kambing barang kali menjadi saksi hidup eksistensi Kampung Basahan. Apalagi warung makannya diberi nama “Warung Makan Kampung Basahan”.

“Iya, sengaja warung makan saya diberi nama Kampung Basahan sebagai penanda gang atau lorong kecil yang sering dilewati dulunya sebuah perkampungan,” kata Jati kepada Solopos.com, Rabu (19/6/2024) sore.

Kampung Basahan sejak dulu memang tidak terlalu luas. Hanya ada tujuh rumah. Namun karena tergusur pembangunan hotel, kini hanya tiga rumah. Ketiga rumah itu pun hingga kini masih berdiri kokoh.

“Sekarang cuman ada tiga rumah. Satu rumah difungsikan sebagai perkantoran, sedangkan dua rumah lainnya dibiarkan kosong,” ujar Jati.

Meski mungil, siapa sangka kalau Kampung Basahan di Semarang ini sarat akan sejarah. Bahkan, konon panglima perang Pangeran Diponegoro, Sentot Ali Basah, pernah tinggal di sana.

Laut

Tokoh masyarakat Kelurahan Sekayu, Achmad Arief, mengatakan tahun 1.600 Kampung Basahan dan Sekayu sangat berdekatan dengan laut. Novelis legendaris Nh. Dini pernah menuliskan kalau Sekayu dikelilingi laut dan persawahan.

Oleh karena letaknya di jantung kota, tanah dan rumah di Kampung Basahan memang sudah lama diincar investor. Hingga akhirnya di Kampung Basahan hanya menyisahkan tiga rumah.

“Masyarakat dulu tidak bersimpati dengan sejarah. [Kampung] Basahan hanya sekadar daerah kecil,” tutur Arief.

Sebelum Jalan Pemuda bertranformasi menjadi peradaban modern. Warga Kampung Basahan sempat kecipratan rezeki ketika Gedung Rakyat Indonesia Semarang (GRIS) masih mengadakan pertunjukkan Wayang Orang (WO) Ngesti Pandawa.

Warga Kampung Basahan, kata Arief banyak mendirikan stan kuliner. Bahkan ada salah satu kuliner legendaris yang jadi buruan banyak orang yakni es campur basahan.

Hilangnya beberapa rumah di Kampung Basahan tidak secara tiba-tiba. Melainkan secara bertahap, sebagian besar rumah-rumah di Kampung Basahan dijual ke pengusaha hotel.

“Rumah warga yang terakhir dibeli itu yang punya toko buku. Pihak hotel pasti butuh lahan, berapa pun harga yang diajukan pasti bakal dibeli,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya