SOLOPOS.COM - Seorang pendaki mendaki Gunung Slamet via Guci Tegal, September 2022 lalu. (Solopos.com/Mariyana Ricky P.D.)

Solopos.com, BANYUMAS Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperluas jarak bahaya Gunung Slamet di Jawa Tengah (Jateng) dari sebelumnya hanya seluas dua kilometer menjadi tiga kilometer akibat adanya peningkatan aktivitas vulkanik.

“Potensi ancaman bahaya saat ini adalah erupsi freatik maupun magmatik yang dapat menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak dalam radius tiga kilometer,” kata Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid, Jumat (17/5/2024), dilansir Antara.

Promosi Kolaborasi BRI dan Telkomsel Hadirkan Ekosistem Finansial dan Digital

Wafid mengungkapkan hujan abu dapat terjadi di sekitar kawah maupun melanda daerah yang ditentukan oleh arah dan kecepatan angin.

Gunung Slamet merupakan gunung api strato berbentuk kerucut dengan tinggi puncaknya 3.432 meter di atas permukaan laut.

Gunung api berstatus Level II atau Waspada ini secara administratif terletak dalam lima kabupaten di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Pemalang, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Purbalingga.

“Aktivitas vulkanik pada tahun ini umumnya didominasi oleh hembusan asap kawah dengan tinggi 50 hingga 500 meter dari atas puncak,” ujar Wafid.

Pada 1-15 Mei 2024 Badan Geologi mencatat ada 943 gempa hembusan, 58 gempa vulkanik dalam, tujuh gempa tektonik jauh, dan gempa tremor menerus dengan amplitudo 0,5 sampai 7 milimeter (dominan 2 milimeter).

Lebih lanjut Wafid mengatakan aktivitas kegempaan didominasi oleh gempa hembusan dan gempa tremor menerus yang mengindikasikan aktivitas pergerakan fluida di sekitar permukaan.

Pada pekan keempat September 2023 hingga 1 Oktober 2023 terjadi peningkatan jumlah gempa tektonik lokal yang diikuti oleh peningkatan amplitudo tremor.

Peningkatan amplitudo tremor menerus yang diikuti oleh kemunculan gempa tremor harmonik dalam durasi panjang pada Oktober 2023 menandai awal peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet.

Menurut Wafid, peningkatan amplitudo tremor menerus tersebut menunjukkan adanya peningkatan pemanasan air tanah dalam tubuh Gunung Slamet pada kedalaman dangkal.

Adapun kemunculan gempa tremor harmonik dalam durasi yang panjang menunjukkan peningkatan hembusan dalam tubuh Gunung Slamet.

Badan Geologi melakukan pemantauan secara visual dan instrumental Gunung Slamet dari pos pengamatan gunung api yang terletak di Desa Gambuhan, Gajah Nguling, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.

“Hasil pengamatan data-data pemantauan menunjukkan adanya peningkatan tekanan di bawah tubuh Gunung Slamet, yang dapat memicu munculnya gempa-gempa dangkal maupun terjadinya erupsi,” kata Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid.

Pendaki Diimbau Patuhi Larangan Pendakian

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, mengimbau para pendaki mematuhi larangan pendakian ke puncak Gunung Slamet karena gunung terbesar di Pulau Jawa itu masih berstatus Waspada (Level II).

“Bahkan berdasarkan informasi yang kami terima dari PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) bahwa sejak Kamis (16/5) telah dilakukan perluasan jarak rekomendasi Gunung Slamet,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Purbalingga Prayitno di Purbalingga, Jumat.

Ia mengatakan jika sebelumnya PVMBG merekomendasikan agar masyarakat atau wisatawan tidak boleh beraktivitas dalam radius dua kilometer dari puncak Gunung Slamet. Namun dengan perluasan jarak rekomendasi tersebut, kata dia, masyarakat atau wisatawan tidak boleh beraktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak Gunung Slamet.

“PVMBG menyebutkan bahwa perluasan jarak rekomendasi itu dilakukan karena berdasarkan hasil pengamatan data-data pemantauan menunjukkan adanya peningkatan tekanan di bawah tubuh Gunung Slamet, yang dapat memicu munculnya gempa-gempa dangkal maupun terjadinya erupsi. Selain itu aktivitas vulkanik Gunung Slamet masih tinggi,” katanya.

Ia mengatakan PVMBG juga menginformasikan bahwa potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini adalah erupsi freatik maupun magmatik yang dapat menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak di dalam radius tiga kilometer.

Selain itu, kata dia, hujan abu dapat terjadi di sekitar kawah maupun melanda daerah yang ditentukan oleh arah dan kecepatan angin.

“Oleh karena itu kami mengimbau para pendaki tetap mematuhi larangan pendakian ke puncak Gunung Slamet yang sebenarnya telah diberlakukan sejak terjadi peningkatan status dari Normal menjadi Waspada pada 19 Oktober 2023,” katanya.

Ia juga mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Slamet untuk tetap tenang dan tidak terpancing oleh berita-berita yang tidak bertanggung jawab mengenai aktivitas Gunung Slamet.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan PVMBG, khususnya Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Slamet di Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, yang senantiasa memantau perkembangan aktivitas vulkanik Gunung Slamet,” kata Prayitno.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya