SOLOPOS.COM - Ketua AJI Kota Semarang, Aris Mulyawan, saat menyatakan sikap di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Senin (12/2/2024) sore. (Solopos.com/Adhik Kurniawan).

Solopos.com, SEMARANG — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang turut menyampaikan sikap saat aksi unjuk rasa ratusan mahasiswa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Senin (12/2/2024) siang. AJI Semarang menilai penghormatan terhadap hak asasi manusia diabaikan demi mempertahankan investasi yang menguntungkan oligarki.

Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan, mengatakan Indonesia telah mengalami kemunduran demokrasi yang luar biasa di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepemimpinan Jokowi yang anti-demokrasi telah ditunjukkan dengan pengesahaan sejumlah undang-undang yang justru mengancam hak asasi manusia (HAM) dan memperlemah institusi demokrasi.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

“Mulai dari Perpres [Peraturan Presiden] jabatan fungsional TNI, revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik semuanya masih memuat pasal-pasal berbahaya bagi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers,” seru Aris di sela-sela unjuk rasa, Senin.

Represi dan kriminalisasi terhadap kritik dan pembela HAM, lanjut Aris, telah mempersempit ruang kebebasan sipil. Alih-alih mendengarkan aspirasi rakyat, masyarakat sipil yang berunjuk rasa atas berbagai undang-undang yang mengancam itu justru ditindak dengan kekerasan.

“Alih-alih mengakomodir masukan dari rakyat, aktivis yang mengkritik kebijakan justru diancam dengan pasal-pasal pidana,” sambungnya.

Di bawah rezim Jokowi pula, AJI Kota Semarang juga menilai kebebasan pers mencapai situasi kritis. Sebab pada 2023, ada sebanyak 89 kasus serangan menargetkan jurnalis dan media hingga masuk kategori tertinggi sepanjang satu dekade.

“Kekerasan demi kekerasan yang terjadi tanpa diikuti penyelidikan yang serius dan imparsial, mengakibatkan siklus kekerasan pada jurnalis tak pernah berhenti,” imbuhnya.

Tak hanya itu, oligarki media masih mencengkeram kuat sehingga mengintervensi independensi pers. Bahkan, UU Cipta Kerja memberangus kesejahteraan pekerja termasuk jurnalis.

“UU ITE disalahgunakan untuk mengancam 38 jurnalis pada tentang 2016-2023. Kebebasan pers dikekang saat perannya jauh lebih dibutuhkan di tengah demokrasi yang turun,” bebernya.

Saat ini, AJI Kota Semarang menilai Presiden Jokowi makin menunjukkan ambisinya melanggengkan kekuasaan dengan cara yang kotor. Yakni melemahkan Mahkamah Konstitusi yang kemudian melahirkan politik dinasti, menyalahgunakan sumber daya negara dan mengintimidasi oposisi.

“Rezim Jokowi mengabaikan pentingnya Pemilu yang jujur, adil dan berintegritas,” nilainya.

Tidak ada demokrasi dalam pemilu yang cacat. Tidak ada kebebasan pers jika demokrasinya mati. Oleh sebab itu, AJI Indonesia bersama 40 AJI Kota menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Presiden Jokowi harus berhenti menyalahgunakan kekuasaan karena merusak demokrasi dan integritas pemilu.

2. Menghentikan berbagai jenis kekerasan terhadap masyarakat sipil yang menyampaikan ekspresi serta mengawasi integritas pemilu.

3. Memastikan pers dapat bekerja secara independen dan bebas dari kekerasan, kriminalisasi serta intervensi kepentingan politik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya