SOLOPOS.COM - Ilustrasi pungli di SMK Negeri Rembang. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG — Pakar pendidikan dari Universitas PGRI Semarang (Upgris), Ngasbun Edgar, menilai kasus dugaan pungli berkedok infak di SMK Negeri 1 Sale, Rembang, Jawa Tengah (Jateng), merupakan permasalahan yang kompleks. Selain melibatkan sekolah dan Komite Sekolah, kasus dugaan pungli ini diduga terkolerasi dengan dana bantuan operasional sekolah atau BOS.

Menurut Ngasbun, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng harus cermat dalam menyelidiki kasus dugaan pungli di SMK Negeri 1 Sale. Pemprov Jateng dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng tidak boleh terburu-buru menyimpulkan kasus yang terlanjur viral setelah diunggah Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, di akun media sosial (medsos) pribadinya.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Jika terbukti pungli, sudah sewajarnya Pemprov Jateng memberikan tindakan tegas. Namun, jika tidak terbukti, Pemprov Jateng harus meluruskan informasi yang sudah terlanjur tersebar di masyarakat.

“Harus bijaksana mengatasi persoalan ini, karena dampaknya pada peningkatan mutu pendidikan generasi ke depan. Tak perlu grusa-grusu [terburu-buru], pihak terkait harus diberi kesempatan menyampaikan informasi, baik dari guru, kepala sekolah, murid, maupun orang tua [wali murid],” ujar Ngasbun saat dijumpai Solopos.com di Semarang, Kamis (13/7/2023).

Kajian lebih dalam perlu dilakukan untuk mengetahui kebenaran dugaan kasus pungli di SMK negeri di Rembang ini. Salah satunya terkait Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Dalam peraturan itu, Komite Sekolah boleh menggalang dana untuk kebutuhan operasional sekolah asalkan disetujui wali murid atau orang tua siswa.

Dana BOS

Namun, untuk menggalang dana itu, Komite Sekolah juga harus mengacu apakah dana BOS yang diberikan ke sekolah itu tidak cukup memenuhi kebutuhan atau operasional sekolah.

“Maka di sini perlu klarifikasi semua pihak. Memastikan apakah sesugguhnya dana BOS itu memang sudah cukup untuk kebutuhan pendidikan anak di sekolah? Jadi kalau sudah mencukupi dari segi kebutuhan baik pendidikan, sarana prasarana, pemenuhan operasional tiap hari, pemenuhan peningkatan mutu sekolah, pendidikan, prestasi, kompetisi guru, siswa, termasuk siswa harus ikuti lomba dan sebagainya. Seandainya sudah ter-cover dengan dana BOS, maka kalau ada penggalangan dana dari sumber lain [pungli],” tuturnya.

Ngasbun pun menilai masyarakat juga menjadi salah satu partisipan dalam penyelenggaraan atau peningkatan dunia pendidikan. Dengan demikian, jika sekolah kekurangan dana BOS, maka seharusnya tak ada masalah bila pihak sekolah menarik iuran kepada wali murid atau orang tua siswa.

“Ketika dana BOS belum bisa memenuhi sepenuhnya, hendaknya ada pintu bagi masyarakat untuk ikut berpatisipasi pada pendanaan pendidikan. Jadi sesungguhnya, bentuk sumbangan tak perlu ditolak. Yang perlu ditolak itu adalah bentuk penarikan yang di luar ketentuan,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan pungli di SMK Negeri 1 Sale Rembang mencuat setelah Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, berdialog dengan dua siswi dari sekolah tersebut di Pendapa Kabupaten Rembang, Senin (10/7/2023). Kala itu, Ganjar menanyakan ke siswi itu apakah selama ini diminta bayaran saat bersekolah di SMK negeri di Rembang.

Kedua siswi itu pun menjawab diminta membayar uang infak. Ganjar lantas menyimpulkan tarikan uang infak itu sebagai pungli. Ganjar bahkan mengunggah video percakapan dengan kedua siswi itu ke akun Instagram pribadinya. Selain itu, Ganjar juga langsung menonaktifkan Kepala SMK Negeri 1 Sale Rembang atas dugaan pungli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya