SOLOPOS.COM - Komandan Regu Pos Damkar Ambarawa, Slamet Suwardi saat betugas. (Istimewa)

Solopos.com, SALATIGAKemarau panjang yang melanda sejumlah daerah di Indonesia mengakibatkan kekeringan dan naiknya kasus kebakaran.

Salah satu daerah yang mengalami kenaikan kasus kebakaran adalah Kabupaten Semarang. Tercatat, hingga September terdapat 183 kasus kebakaran.

Promosi Cuan saat Ramadan, BRI Bagikan Dividen Tunai Rp35,43 Triliun

Jumlah tersebut di antaranya terdiri atas 116 kejadian kebakaran lahan dan 32 kasus kebakaran rumah. Hingga kini, kasus kebakaran lahan ataupun rumah masih terjadi hingga sekarang.

Banyaknya kasus kebakaran itu membuat petugas dari pemadam kebakaran akhir-akhir ini harus siap dan siaga berjibaku memadamkan kobaran api. Manajemen waktu dan tenaga ekstra harus disiapkan oleh petugas pemadam.

Salah satunya dirasakan Komandan Regu (Danru) B Pos Damkar Ambarawa, Slamet Suwardi. Ia bercerita dalam satu hari tak jarang terdapat lebih dari dua kasus kebakaran di wilayah Ambarawa dan sekitarnya. Belum lagi, ia harus ikut membantu pemadaman di wilayah regu lain.

“Di musim kemarau ini hampir setiap hari ada peristiwa kebakaran, entah lahan ataupun rumah,” ungkap Slamet, Selasa (17/10/2023).

Diakuinya ada suka dan duka ketika terjun ke lapangan untuk memadamkan api. Namun menurutnya lebih banyak suka karena bisa membantu masyarakat dengan sepenuh hati.

“Jadi apapun pelayanan yang dimintai masyarakat pasti akan kami terima dengan senang hati. Ringan, sedang, dan berat, dari teman-teman sudah berprinsip pelayanan harus dilandasi dengan ikhlas dan sepenuh hati,” terang Slamet.

Pemikiran-pemikiran bosan saat memadamkan api yang setiap hari terdapat kebakaran tidak terlintas dibenaknya. Baginya, sebuah musibah memang datang tanpa diminta oleh siapapun.

“Jadi kami full senyum saja dan kita layani sepenuh hati,” ungkap dia.

Tidak hanya itu, terkadang berbagai cobaan pun sering didapatkan, seperti adanya laporan fiktif dari oknum masyarakat. Hal itu dinilai dapat mengacaukan manajemen waktu.

“Tapi sekarang, kalau ada laporan masuk langsung konfirmasi dengan pemangku wilayah yang berada di lokasi kejadian,” katanya.

Selain itu, kadang kala petugas juga memperoleh caci maki dari masyarakat karena terlambat datang ke lokasi. Namun Slamet dan para anggota yang lain menerimanya dengan legawa karena masyarakat juga ingin masalah kebakaran cepat tertangani.

“Meskipun masyarakat tidak tahu kendala-kendala yang ada di jalan yang mengakibatkan terlambat. Ya kami legawa saja,” jelas Slamet.

Selama musim kemarau ini, penanganan kebakaran paling lama adalah saat memadamkan api di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA), seperti di TPA Jatibarang Kota Semarang. Di samping itu, pihaknya juga sering mengalami kesulitan akses saat memadamkan api di lereng pegunungan, seperti kebakaran di Wirogomo kemarin.

“Kalau memang terpaksa tidak bisa menjangkau di titik lokasi pasti dari teman-teman memakai cara manual, seperti di-kepyoki dan memakai mesin air yang portable,” bebernya.

Terkait pemadaman di area gambut, menurutnya harus memakai cara yang berbeda, yakni dengan menggunakan air sabun. Jika menggunakan air biasa, bagian di atas bisa saja padam tetapi di bawah masih ada baranya.

Kerja yang tidak terhitung waktu dan selalu datang dengan kondisi darurat, kata Slamet, sangat menguras tenaga. Tak heran, di Pos Damkar Ambarawa ada pembagian waktu shift untuk beberapa regu.

Di mana, satu regu terdiri atas empat hingga lima orang. Hal tersebut dilakukan untuk memanajemen waktu, terutama untuk istirahat anggota.

“Maka dari itu kami selalu siap jika terdapat laporan dari masyarakat,” terangnya.

Di Pos Damkar Ambarawa terdapat mobil unit kecil yang membawa air dengan kapasitas 3.000 liter dan unit besar dengan kapasitas 5.000 liter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya