SOLOPOS.COM - Polda Jawa Tengah saat menunjukan barang bukti dari kasus TPPO di wilayahnya saat gelar perkara di mapolda setempat, Senin (12/6/2023). (Solopos.com/Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SEMARANG — Mudahnya masyarakat tergiur tawaran-tawaran bekerja di luar negeri membuat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Pulau Jawa tergolong tinggi.

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Jawa Tengah (Jateng) pun mengungkapkan jika minimnya lapangan kerja menjadikan perusahaan atau agen ilegal memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menjanjikan warga bekerja ke luar negeri.

Promosi Desa BRILiaN 2024 Resmi Diluncurkan, Yuk Cek Syarat dan Ketentuannya

Kepala BP2MI Jateng, Pujiono, mengatakan keterbatasan latar pendidikan menjadi bagian dari penyebab banyaknya masyarakat Jateng yang tertarik bekerja ke luar negeri atau menjadi imigran.

Minimnya lapangan kerja atau dibukanya lapangan kerja dengan batasan latar pendidikan, membuat warga Jateng kesulitan mendapat panggilan kerja.

“Jadi latar pendidikan ini membuat mereka belum mendapatkan kesempatan kerja di dalam negeri. Sehingga mereka ingin bekerja ke luar negeri dengan faktor tertarik gaji yang cukup menarik [besar]. Misal Hing Kong itu hampir Rp10 juta,” kata Pujiono usai gelar TPPO di Mapolda Jateng, Senin (12/6/2023).

Saat ditanya apakah upah minimum kabupaten/kota (UMK) di 35 daerah di Jateng tergolong kecil hingga menyebabkan ketertarikan bekerja ke luar negeri, Pujiono tak memberi jawaban pasti.

Ia hanya menegaskan, masyarakat Jateng tergiur dengan tawaran gaji besar di luar negeri meski dengan keterbatasan latar pendidikan.

“Jadi bukan hanya itu [UMK]. Karena pendidikan rendah, melamar dalam negeri tidak sesuai dengan peluang kerja yang dicari. Problemnya lebih ke persoalan domestik. Kesempatan kerja harus diperbanyak, diperluas lagi. Sehingga teman-teman nanti tak lagi terus bekerja ke luar negeri,” tegasnya.

Pujiono menambahkan mayoritas warga Jateng yang bekerja di luar negeri banyak yang memilih bidang manufaktur dan fishing. Negara yang dituju biasanya Korea selatan.

“Bukan anak buah kapal (ABK), fishing itu kapal teritorial atau budi daya. Gajinya bisa Rp30 juta,” imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Polda Jateng mencatat ada 23 kasus TPPO dengan korban mencapai 1.305 orang selama sepekan atau dari 6 Juni sampai 12 Juni 2023.

Modus pelaku mengumpulkan dan mengirimkan calon tenaga kerja ABK, pekerja rumah tangga (PRT), dan buruh ke luar negeri tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan pemerintah.

Ribuan korban tersebut tertipu dengan janji yang diberikan para pelaku. Tak jarang dari para korban yang telah berangkat ke luar negeri mendapatkan perlakuan buruk saat bekerja, atau mendapatkan pekerjaan tak sesuai yang dijanjikan.

“Mereka [1.137 korban yang sudah diberangkatkan atau di luar negeri] juga ada yang telah melaporkan ke kedutaan, mendapat perlakuan buruk. Kami sudah kordinasi dengan Interpol dan Bareskrim untuk penanganan lebih lanjutnya,” kata Dirkrimum Polda Jateng, Kombes Pol. Johanson Simamora.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya