Jateng
Jumat, 22 September 2023 - 09:16 WIB

Istana Djoen Eng, Jejak Peninggalan Raja Gula dari Salatiga

Anselma Ivana Ayu  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rumah Khalwat Roncalli, yang dulunya bekas istana Raja Gula dari Salatiga, Kwik Djoen Eng. (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Solopos.com, SALATIGA — Indonesia, khususnya Jawa Tengah (Jateng), pada masa penjajahan dikenal memiliki banyak ladang maupun pabrik gula. Hal itu pun membuat banyak pengusaha atau raja gula yang bermunculan di Jawa Tengah, tak terkecuali di Kota Salatiga.

Jejak peninggalan saudagar-saudagar kaya ini pun masih terlihat hingga saat ini, salah satunya berupa bangunan bersejarah yang dulu menjadi tempat tinggalnya. Jika di Semarang ada Istana Balekambang, yang dulunya merupakan istana Raja Gula Asia, Oei Tiong Ham, maka di Salatiga ada Istana Djoen Eng.

Advertisement

Istana Djoen Eng atau yang juga dikenal dengan Institut Roncalli terletak di Jalan Diponegoro, Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah (Jateng). Istana Djoen Eng ini dulunya merupakan bangunan tempat tinggal milik Kwik Djoeng Eng, yang juga dikenal sebagai Raja Gula dari Salatiga.

Kwik Djoen Eng sejatinya lahir di Liao Tang Sia, sebuah desa kecil di Xiamen, Tiongkok. Ayahnya bernama Kwik Hoo Pak.

Advertisement

Kwik Djoen Eng sejatinya lahir di Liao Tang Sia, sebuah desa kecil di Xiamen, Tiongkok. Ayahnya bernama Kwik Hoo Pak.

Pada pertengahan abad ke 19, Djoen Eng bersama empat saudaranya Kwik Hong Biauw, Kwik Ing Djie, Kwik Ing Sien dan Kwik Ing Hi merantau ke tanah Jawa. Pada tahun 1894, mereka mendirikan perusahaan yang memperdagangkan berbagai produk pertanian seperti gula, teh, beras, kelapa, minyak dan arang. Namun, Djoen Eng memilih fokus pada perdagangan gula.

Seiring berjalannya waktu, Djoen Eng mendirikan perusahaan Ching Siong & Co. yang beroperasi di Hongkong pada tahun 1920. Setahun setelahnya ia juga mendirikan Ching Siong Land Investment Co. dan membeli saham dari Bank Tay Doh di Hongkong.

Advertisement

12 Hektare

Sementara itu, Istana Djoen Eng dibangun di atas lahan seluas 12 hektare dengan pengerjaan selama empat tahun. Istana Djoeng Eng milik Raja Gula dari Salatiga ini pun dikenal sebagai bagunan paling mewah pada zaman.

Kompleks istana itu terdiri dari bangunan gedung, kebun hias, kebun binatang, lapangan tenis, dan kebun kopi. Konon pembuatan bangunan tersebut memakan biaya mencapai 3 juta gulden. Peresmiannya pun pada tahun 1925 dilakukan dengan menggelar pesta yang mewah dan meriah.

Salah satu ciri unik dari istana Djoeng Eng ini adalah adanya empat menara dengan ornamen khas Tionghoa yang mempercantik bangunan. Empat menara tersebut merupakan perlambang dari empat anaknya, sementara kubah utamanya sendiri melambangkan keberadaan Kwik Djoen Eng. Dan menariknya, kubah-kubah tersebut dilapisi emas murni.

Advertisement

Namun sayangnya Kwik Djoeng Eng tidak dapat menikmati istana tersebut dengan lama. Hal ini dikarenakan pada tahun 1930 terjadi krisis ekonomi besar-besaran yang membuat Djoeng Eng mengalami kebangkrutan. Istana itu pun akhirnya disita oleh Javaasche Bank dan kemudian kosong tidak berpenghuni.

Sebelum akhir masa hidupnya, Kwik Djoen Eng yang juga dikenal sebagai Raja Gula dari Salatiga, sempat pergi ke Pulau Formosa yang berada di Selat Taiwan. Di sana ia mendapat perawatan medis dari beberapa dokter Eropa dan Japan. Pada usia 70 tahun, Djoen Eng menghembuskan napas terakhirnya.

Selama berpuluh-puluh tahun tinggal di Jawa, ia cukup memberikan kontribusi terhadap jalannya perekonomian Indonesia. Tidak lupa juga ia meninggalkan warisan di bidang pendidikan yaitu Sekolah Tionghoa di Yogyakarta dan Yayasan Sekolah Swasta Tionghoa di Semarang.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif