SOLOPOS.COM - Ilustrasi bencana (Solopos/Whisnupaksa).

Solopos.com, SEMARANG — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) mencatat potensi daerah rawan banjir di daerahnya mencapai 935.504 hektare (ha).

Dari jumlah tersebut, Kabupaten Cilacap memiliki luasan tertinggi potensi banjir, yakni 94.369 ha. Setelah itu disusul Kabupaten Grobogan (88.677 ha) dan Kabupaten Demak (81.913 ha).

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

Berdasarkan peta bahaya banjir yang diterima Solopos.com, sebaran daerah dengan indeks bahaya tinggi bencana banjir mayoritas berada di sepanjang pantai utara (Pantura) dan pantai selatan (Pansela).

Hal itu seperti di kabupaten/kota Brebes, Tegal, Pekalongan, Kendal, Samarang, Demak, Jepara, Kudus, Pati, Rembang, Blora, Grobogan, Purworejo, Kebumen, Banyumas, dan Cilacap.

Adapun sejumlah daerah di Soloraya dan pegunungan tengah yang masuk indeks tinggi rawan bencana banjir, seperti di Sragen, Surakarta, Sukoharjo, Salatiga dan Purbalingga.

“Daerah rawan mayoritas berada di pesisir [Pantura dan Pansela]. Tapi tidak semuanya, hanya sebagian desa/kecamatan saja,” kata Kepala Bidang (Kabid) Penanganan Darurat Badan Penanggungan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, Mohamad Chomsul, kepada Solopos.com, Senin (13/11/2023).

Selain melakukan mitigasi bencana, lanjut Chomsul, upaya jangka panjang juga telah pihaknya lakukan. Di antaranya penguatan kapasitas masyarakat menghadapi rawan bencana hingga membentuk desa tangguh bencana (Destana).

Destana merupakan desa yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya. Tak hanya itu, Destana juga mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana.

“Kami juga sudah membentuk satuan pendidikan aman bencana. Catatan kami sampai 2023 ada 1.300-an Destana,” akunya.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pamali-Juana, Harya Muldianto, mengaku sudah menyiagakan segala sumber daya yang dimiliki untuk melakukan pembersihan sekaligus pengerukan sedimentasi di aliran sungai. Selain itu, pompa juga telah diturunkan di sejumlah sungai yang dianggap rawan terjadinya banjir.

“Ini sudah mulai pembersihan dan pengangkutan sedimen sungai, termasuk di Kota Semarang dan sekitarnya. Kami juga menyiagakan segala peralatan, termasuk alat berat pompa. Kami terus koordinasi dengan Pemda, Provinsi Jateng dan dinas terkait. Apabila terjadi bencana bisa ditangani secara bersinergi karena tidak bisa jalan sendiri-sendiri, perlu dukungan semua pihak,” kata Harya.

Berdasarkan data Badan Meteologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jateng, musim hujan di Jateng diperkirakan paling cepat datang pada November 2023. Meski demikian, ada sejumlah daerah yang mengalami keterlambatan musim hujan dan diprediksi tiba pada Desember 2023.

“Sedangkan prakiraan puncak musim hujan bakal terjadi pada Januari dan Februari 2024,” kata Koordinator Data dan Informasi, Iis Widya Harmoko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya