SOLOPOS.COM - Monumen makam pahlawan Kedayon Desa Wates, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Jawa Tengah, saksi bisu perjuangan warga Getasan pertahanan kemerdekaan. (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, UNGARAN — Jika berkunjung ke Kopeng dari Kota Salatiga akan dijumpai satu monumen di pinggir jalan, tepatnya di Desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng) yang bertuliskan Taman Makam Pahlawan.

Meskipun letaknya dipinggir jalan, keberadaan taman makam pahlawan Kedayon ternyata cukup tersembunyi. Posisinya berada di perbukitan kecil dengan pohon yang rindang.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

Makam tersebut jarang diketahui banyak orang. Padahal makam tersebut menyimpan cerita perjuangan warga Getasan dan sekitarnya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Menurut penuturan Pamong Budaya Getasan, Setio Widodo, monumen tersebut dibangun untuk mengenang perjuangan para pejuang yang dibantai oleh Belanda. Saat para pejuang hendak bergerilya untuk mempertahankan kemerdekaan.

“Kemungkinan kejadian tersebut saat agresi militer di tahun 1947 di bulan ke-10,” ujar Setio kepada Solopos.com, Jumat (10/11/2023).

Dikatakan, ketika itu para pejuang ingin mempertahankan wilayah Kopeng dan sekitarnya. Namun nahasnya, ratusan pejuang tertangkap oleh pasukan Belanda.

Para pejuang yang tertangkap itu disuruh untuk menggali lubang sendiri. Para pejuang akhirnya ditembak dan langsung dikubur di lubang tersebut.

Tempat pembantaian itu sekarang menjadi monumen berwarna putih dengan bentuk lilin di atasnya. Di lokasi tersebut tak tidak ditemukan nisan.

“Monumen tersebut dibuat 17 Agustus 1957. Kerangka para pejuang tersebut sudah dipindahkan ke Salatiga, tetapi tidak tahu pasti jumlahnya,” terang Setio.

Lebih lanjut Setio menceritakan awal mula perlawanan pejuang Getasan karena adanya garis Van Mook atau garis status quo. Garis itu merupakan garis pemisah antara wilayah milik Belanda dan Indonesia pada masa awal kemerdekaan.

Dengan adanya peristiwa Linggarjati yang dimulai 10 November 1946, Belanda pun mengakui beberapa wilayah Indonesia. Batas Indonesia dengan Belanda salah satunya di Klero, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

“Kalau daerah Kota Salatiga sudah menjadi wilayah Belanda. Tapi kalau ke arah Tengaran sudah milik Republik Indonesia,” katanya.

Penjelasan-penjelasan tersebut, kata Setio, bisa diketahui melalui tulisan Khusnul Hayati tentang Pergerakan Rakyat di Kendal dan Salatiga. Di dalam tulisan tersebut disebutkan secara mendetail.

“Seperti di bukunya Nasution, sekitar Agustus tahun 1947 itu banyak terjadi di daerah-daerah [perlawanan terhadap Belanda]. Salah satunya di daerah Getasan,” ungkapnya.

Di daerah Getasan sendiri, kata Setio, pernah terjadi pertempuran pada 8 Agustus 1947. Di mana, pertempuran di Dusun Kenteng dan Dusun Beji yang masuk dalam wilayah Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan.

Pertempuran itu terjadi karena Belanda masih menginginkan wilayah tersebut dikuasai. Namun para pejuang ingin mempertahankan.

“Menurut veteran yang sudah meninggal, kejadian pembersihan yang dilakukan oleh pasukan Belanda terjadi tahun 1947 hingga 1949,” ungkapnya.

Setio menyebutkan jika melihat gambar/foto yang masih tersimpan di Nationaal Archive, posisi Desa Wates diapit oleh Desa Kopeng dan Desa Sumogawe. Dijelaskan juga penangkapan istri para pejuang dikumpulkan di Sumogawe. Sedangkan para pejuang banyak yang ditangkap di daerah Kopeng.

“Karena Kopeng saat itu daerah perbatasan dan sebagai daerah peristirahatan. Mau tidak mau Belanda harus menguasai wilayah itu,” terangnya.

Di satu sisi, ketika sudah di arah Magelang, Sepakung, dan Pagergedog sudah masuk wilayah Indonesia. Waktu itu, Belanda mengambil simpati masyarakat dengan bekerja sama Palang Merah dengan memberikan baju.

“Salah satunya di Kalibeji, Tuntang. Itu posisinya di lapangan Kalibeji sebelah balai desa,” jelasnya.

Ia menyebutkan di Getasan sendiri selain memberikan baju, Belanda juga memperkenalkan toa atau pengeras suara. Jadi setelah penangkapan pejuang tersebut, para tentara Belanda mengambil simpati rakyat Indonesia.

“Maka dari itu, kalau di sini para pejuang melakukan perlawanan dan akhirnya tertangkap. Sehingga Belanda melakukan pembersihan di daerah Kopeng,” katanya.

Monumen makam pahlawan Kedayon saat ini menjadi penanda perlawanan pejuang dari Getasan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya