SOLOPOS.COM - Ilustrasi bencana (Solopos/Whisnupaksa).

Solopos.com, SEMARANG — Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) telah memetakan daerah kategori rawan bencana tanah longsor di wilayahnya. Tercatat, total ada seluas 1.020.772 hektar (ha) berada pada kelas tinggi atau rawan.

Kepala Bidang (Kabid) Penanganan Darurat BPBD Jateng, Muhamad Chomsul, mengatakan daerah rawan tanah longsor itu mayoritas tersebar di area pegunungan tengah. Adapun daerah pantai utara (Pantura) dan pantai selatan (Pansela) yang masuk atau berdekatan dengan pengunungan berada pada kategori rawan atau merah.

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

“Kalau untuk detail sampai desa atau kelurahan, bisa ke BPBD Kabupaten/kota masing-masing. Data di kami hanya skala provinsi (Jateng). Luas tertinggi bahaya tanah longsor ada di Kabupaten Wonogiri. Sampai 62.658 ha,” ungkap Chomsul kepada Solopos.com, Kamis (30/11/2023).

Selain Wonogori, daerah tinggi bahaya tanah longsor juga tercatat di Kabupaten Cilacap (mencapai 75.695 ha) dan Banjarnegara (mencapai 72.846 ha). Adapun Kabupaten Wonosobo dengan 72.280 ha, Kabupaten Brebes 65.573 ha, dan Kabupaten Banyumas 65.227 ha.

Sementara, daerah paling rendah kategori rawan tanah longsor berada di Kota Magelang 81 ha, Kota Salatiga 412 ha, dan Kabupaten Demak 907 ha. Kemudian sejumlah daerah di Soloraya, di antaranya Kabupaten Klaten seluas 1.930 ha, Kabupaten Sukoharjo 1.995 ha, dan Kabupaten Sragen 2.000 ha.

“Oleh karena itu, BPBD setempat dan masyarakat harus memahami ancaman bahaya di sekitaran lingkungan [rawan longsor]. Termasuk memahami titik aman dalam rumah masing-masing. Di sisi lain, kita juga minta identifikasi titik kumpul, buat rute evakuasi, rencana pengungsian dan nomor kontak penting,” terangnya.

Selain antisipasi tersebut, BPBD Jateng juga sudah melakukan sosialisasi tas siaga bencana (TSB). Yakni tas yang dipersiapkan anggota keluarga untuk berjaga-jaga bila terjadi bencana atau kondisi darurat lain.

“Tujuan TSB untuk persiapan bertahan hidup saat bantuan belum datang. Memudahkan kita evakuasi ke tempat yang lebih aman. TSB itu berisi kebutuhan dasar selama tiga hari. Seperti obat-obatan, pakaian, makanan, minuman dan perlengkapan lain yang diperlukan,” jelasnya.

Lebih jauh, upaya jangka panjang juga telah dilakukan BPBD Jateng. Di antaranya penguatan kapasitas masyarakat menghadapi rawan bencana hingga membentuk desa tangguh bencana (Destana).

Destana merupakan desa yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya. Tak hanya itu, Destana juga mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana.

“Kami juga sudah membentuk satuan pendidikan aman bencana. Catatan kami sampai 2023, ada 1.300-an Destana,” bebernya.

Chomsul menambahkan, masyarakat diimbau untuk senantiasa memantau prakiraan cuaca dari Badan Meteologi Klomatologi dan Geofisika (BMKG). Termasuk memantau informasi dari BPBD di kabupaten/kota masing-masing.

“Pemantauan dan informasi itu untuk antisipasi sedini mungkin. Nomor kontak penting untuk saling berbagi informasi antarmasyarakat dan relawan atau BPBD setempat,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya