SOLOPOS.COM - Suasana talk show Implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Jawa Tengah di Wujil Resort & Conventions Ungaran Kabupaten Semarang Senin (27/11/2023). (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, UNGARAN–Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak , Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) mengajak semua lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan untuk bersatu dalam mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.

Ajakan ini diwujudkan melalui penandatanganan komitmen bersama dalam memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) di The Wujil Resort & Conventions Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (27/11/2023).

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

16 HAKTP merupakan kampanye global yang diperingati mulai 25 November hingga 10 Desember setiap tahunnya, untuk meningkatkan kesadaran dan memobilisasi dukungan publik dalam upaya penghapusan kekerasan berbasis gender dan seksual.

Selain itu, acara yang diinisiasi oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng, DP3AP2KB Jateng, dan Yayasan Ipas Indonesia menggelar talk show yang bertajuk Memperingati 16 HAKTP: Implementasi UU TPKS di Provinsi Jawa Tengah.

Dalam acara itu juga dipaparkan sampai di mana implementasi UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sangat krusial untuk melihat seberapa jauh korban dan penyintas kekerasan seksual mendapatkan penanganan, pemulihan, dan perlindungan.

Asisten I Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawati mengatakan UU TPKS adalah UU yang istimewa karena pembentukannya berawal dari pengalaman korban kekerasan seksual dan pendampingannya.

“UU ini adalah kebijakan substantif, artinya semua yang dijanjikan dalam UU harus dijalankan pemerintah,” ujar Ema Senin (27/11/2023). Diakuinya, belum semua tingkat pemerintah memahami urgensinya.

Misalnya, masih ditemukan para kepala desa yang awam terhadap UU ini walaupun mereka sangat potensial memberikan dukungan kepada korban dan penyintas. Hal itu yang perlu didorong agar kepala desa memiliki kesadaran dan pemahaman terhadap pentingnya UU TPKS.

Sementara itu, Kepala DP3AKB Kabupaten Semarang Dewi Pramuningsih membeberkan berdasarkan data yang pihaknya miliki, kekerasan yang terjadi di Kabupaten Semarang pada 2022 dan 2023 mengalami penurunan, di tahun 2022 terdapat 106 kasus dan pada 2023 (hingga Oktober) ada 87 kasus.

Namun demikian, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Semarang diibaratkan sebagai fenomena gunung es karena tidak semua korban melapor.

Ia menegaskan Kabupaten Semarang telah memiliki layanan yang meliputi pengaduan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, dan bantuan hukum yang bisa diakses tanpa biaya.

Dia mengakui saat ini rumah aman masih menjadi kendala dalam layanan ini karena harus bekerja sama dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah. Untuk itu, koordinasi dan kolaborasi menjadi kunci utama dalam memaksimalkan penanganan kasus kekerasan.

Dewi menyebutkan pihaknya telah melakukan beberapa inovasi untuk pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan melibatkan komponen masyarakat. Salah satunya yang penting adalah mengajak laki-laki ikut terlibat dan peduli.

“Secara data sebagian besar pelaku adalah laki-laki. Jika laki-laki peduli terhadap perempuan dan anak maka diharapkan kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak bisa berkurang,” terang Dewi.

Direktur Eksekutif Yayasan IPAS Indonesia dr. Marcia Soumokil mengatakan melalui pendanaan program dari Pemerintah Kanada melihat inovasi yang telah dilakukan di Jawa Tengah sebagai peluang untuk mendorong inovasi implementasi kebijakan berupa modeling yang sesuai dengan konteks lokal serta kebutuhan korban dan penyintas.

Inisatif ini akan dilakukan di Kabupaten Semarang, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo dalam 3,5 tahun ke depan.

“Harapannya proyek ini bisa dibawa ke level nasional untuk melihat bagaimana pemerintah daerah membuat inovasi untuk memastikan hak dari warganya terpenuhi karena ini adalah bagian dari hak atas layanan kesehatan yang komprehensif,” terang dr. Marcia.

Kevin Tokar, Counsellor and Head of Development Cooperation Kedutaan Kanada untuk Indonesia menyebut, pemerintah Kanada mendukung program inovasi ini karena fenomena kekerasan seksual di Kanada dan Indonesia memiliki kesamaan.

Diantaranya adalah terkait dengan stigma dan banyak orang yang tidak membicarakannya karena norma sosial. Memecahkan kebisuan dan mulai membicarakan adalah awalan yang baik.

“Kanada berkomitmen bekerja sama dengan Indonesia untuk membantu mengakhiri kekerasan seksual,termasuk dengan mengutamakan kesehatan dan hak-hak perempuan,” tandas Kevin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya