SOLOPOS.COM - Ilustrasi buruh menolak PHK (JIBI/Solopos/Antara)

Solopos.com, SEMARANG — Upah minimum provinsi (UMP) yang murah, bahkan terendah se-Indonesia, dianggap menjadi salah satu daya tarik atau magnet investasi di Jawa Tengah (Jateng). Kendati demikian, dengan UMK yang murah dan investasi tinggi itu, Jateng rupanya juga tidak bisa bebas dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang saat ini menyasar karyawan pada industri garmen atau tekstil.

Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng, sejak Januari-Mei 2024, sudah ada sekitar 7.437 buruh atau pekerja di Jateng yang mengalami PHK. Sementara jumlah perusahaan yang mengalami bangkrut hingga harus tutup secara permanen mencapai empat unit.

Promosi BRI Tampilkan Perjalanan Transformasi Digital di Ajang PDC 2024

Padahal, jika dilihat dari segi sumber daya manusia (SDM), Jateng tergolong potensial. Dengan UMP terendah se-Indonesia, yakni Rp2.036.947, biaya produksi sebuah perusahaan di Jateng tergolong cukup rendah.

Hal itu pulalah yang membuat Jateng disebut-sebut menjadi magnet bagi investor. Bahkan, capaian investasi di Jateng pada triwulan I/2024 mencapai Rp15,167 triliun.

Menanggapi hal itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jateng, Nana Sudjana, menilai terpuruknya industri garmen atau tekstil hingga menyebabkan ribuan karyawan terkena PHK lebih dikarenakan persaingan global. Imbasnya, banyak perusahaan yang mengalami penurunan pemesanan hingga menyebabkan goyah dan melakukan efisiensi dengan pengurangan karyawan atau PHK.

“Kami, pemerintah tentu akan terus menjaga dan mengantisipasi [ gelombang PHK dan perusahaan tutup]. Memang di beberapa tempat trjadi PHK karena factor global, misl konflik perdagangan Amerika dengan China,” ujar Nana dijumpai wartawan seusai meresmikan Kios SiManis di Pasar Bulu, Kota Semarang, Kamis (20/6/2024).

Pria yang pernah menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya awal tahun 2020 itu juga mengaku akan terus berkomunikasi dengan perusahan-perusahaan lain di Jateng. Khususnya bila ada permasalahan, pihaknya meminta para pengusaha dapat menempuh jalur bipartit atau penyelesaian secara internal.

“Kami juga siap mediasi, kami siap jadi mediator [penyelesaian masalah perusahaan dengan karyawan]. Dan kalau memang PHK, ada pengadilan hubungan industrial,” terangnya.

Tak hanya itu, Nana juga menegaskan kabar penutupan sejumlah perusahaan dan badai PHK juga tak perlu dibesar-besarkan. Hal itu dikarenakan ia melihat kabar yang beredar tak sesuai dengan fakta di lapangan.

“Memang ada beberapa perusaaan PHK, tapi jumlahnya kecil-kecil, perusahan kecil, usaha untuk ordernya yang mereka terima berkurang banyak dan berpengaruh banyak,” tegasnya.

Sementara itu, berdasarkan data Disnakertrans Jateng ada empat perusahaan di wilayahnya yang tutup. Keempat perusahaan itu yakni PT Semar Mas Garment Boyolali (197 PHK), PT Cermai Makmur Boyolali, (55 PHK), PT Maju Sakti Abadi Ngadirojo Wonogiri (105 PHK) dan Bank Purworejo (60 PHK). Sementara perusahaan yang mengalami pailit adalah PT Cahaya Timur Garmindo, dengan potensi karyawan yang mengalami PHK mencapai 650 orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya