Solopos.com, UNGARAN — Produksi maggot di Rumah Budi Daya Maggot di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Blondo Bawen, Kabupaten Semarang mencapai satu kuintal per hari. Meskipun per hari bisa menghasilkan satu kuintal, permintaan maggot di pasaran di Kabupaten Semarang dan sekitarnya masih relatif besar.
Budi daya maggot dirasa sangat tepat berada di area TPA karena bisa membantu mengurangi jumlah sampah organik. Di sisi lain, budi daya tersebut dapat meningkatkan pendapatan warga.
Hal tersebut diungkapkan oleh Gunardi. Sehari-hari, ia menjadi salah satu pengelola Rumah Budi Daya Maggot yang ada di TPA Blondo.
“Sampah organik seperti sayur-sayuran dan buah-buahan selain dapat difungsikan menjadi pupuk kompos juga bisa dimanfaatkan untuk budi daya maggot,” kata Gunardi kepada Solopos.com, Selasa (3/10/2023).
“Sampah organik seperti sayur-sayuran dan buah-buahan selain dapat difungsikan menjadi pupuk kompos juga bisa dimanfaatkan untuk budi daya maggot,” kata Gunardi kepada Solopos.com, Selasa (3/10/2023).
Maggot yang berada di rumah budi daya TPA Blondo merupakan ulat dari jenis lalat bernama black soldier fly (Lalat BSF). Di mana larva maggot itu merupakan fase kedua dari proses metamorfosis menjadi lalat dewasa.
“Kalau lalat BSF itu memiliki fisik berwarna hitam pekat dan kaki-kakinya berwarna putih, ditambah ukuran badannya yang jauh lebih panjang ketimbang lalat biasa yang sering ditemui,” jelasnya.
“Maggot ini memiliki kelebihan, yakni memiliki kandungan protein yang tinggi,” terangnya.
Maggot yang siap untuk dijual rata-rata memiliki usia 12-15 hari. Bahkan, terdapat pembeli yang membeli saat masih dalam kondisi larva yang berusia satu pekan.
Gunardi mengatakan maggot-maggot tersebut biasanya menjadi pakan ternak. Mulai dari ternak ikan lele, ayam petelur, hingga ayam pedaging.
“Karena memiliki kandungan protein yang tinggi, makanya bagus untuk pakan ternak,” ujarnya.
Permintaan maggot dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Bahkan para peternak bisa membeli hingga satu ton per harinya. Harga maggot senilai Rp5.000 per kilogram.
“Ini bisa dikatakan permintaannya membeludak karena kami per harinya hanya bisa panen hingga satu kuintal,” tandasnya.