SOLOPOS.COM - Ilustrasi kegiatan produksi industri tekstil. (panbrotherstbk.com)

Solopos.com, SEMARANG – Buruh atau karyawan yang bekerja di sektor manufaktur mulai cemas dengan adanya kabar sejumlah pabrik tekstil di Jawa Tengah (Jateng) tutup hingga terancam tutup yang bisa menyebabkan badai pemutusan hubungan kerja (PHK).

Para puruh pun berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng bisa memberi perhatian serius agar para pekerja terhindar dari mimpi buruk tersebut.

Promosi Peringati Waisak, BRI Peduli Salurkan Bantuan untuk Vihara dan Bagikan Sembako

Sekretaris DPW Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Jateng, Heru Budi Utoyo, membenarkan bila ada sejumlah industri tekstil di kabupaten/kota sedang goyah.

Oleh karena itu, pihaknya turut menyoroti ramainya kabar industri tekstil yang terancam badai PHK bilama mana terjadi penutupan.

“Kalau terkait dengan guncangan ancaman PHK memang tidak semuanya, tetapi pada prinsipnya kami mengharapkan adanya perhatian pemerintah untuk melindungi pekerja agar terhindar dari PHK,” harap Heru kepada Solopos.com, Rabu (19/6/2024).

Adapun hasil komunikasi FKSPN Jateng, industri tekstil yang kurang baik berada di Kabupaten Karanganyar dan kabupaten/kota Pekalongan.

Pihaknya menilai goyahnya industri tekstile di dua darah tersebut karena ada persaingan global yang menyebabkan daya beli terus menurun.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng, Frans Kongi, mengatakan banyak faktor yang menyebabkan industri tekstil di kabupaten/kota tutup hingga terancam tutup.

Namun, penyebab utama, yakni karena mesin-mesin produksi yang sudah ketinggalan zaman sehingga membuat daya saing terus merosot atau menurun.

“Industri tekstil kit ini lemah. Di luar negeri mesin sudah modern, tetapi kita [mesinnya] sudah banyak yang tua, secara efisiensi kalah. Dan kita delima dari dulu, karena sudah perlu peremajaan mesin, tapi uangnya [peremajaan] tak sedikit, perlu pinjaman Bank, tapi Bank mana mau kasih [pinjaman] kalau tak ada jaminan. Kita minta pemerintah fasilitasi, tapi tidak ditanggapi serius,” keluh Frans.

Tak hanya permasalahan mesin, masyarakat hingga buyer atau pembeli yang tak mencintai produk dalam negerin atau lebih memilih produk import juga disebut menjadi penyebab selanjutnya di bidang produksi.

Selain itu, kurs rupiah yang melemah turut menghantam industri tekstil yang bermain di bidang eksport.

Oleh karena itu, terang Frans, para pengusaha tak henti-hentinya selalu meminta bantuan pemerintah untuk terus mengampanyekan beli produk dalam negeri.

Kemudian kepada masyarakat, ia berharap bisa turut membantu pertumbuhan ekonomi di Jateng dengan lebih mencintai produk dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya