Jateng
Rabu, 20 September 2023 - 15:18 WIB

Cerita Pedagang Pakaian di Salatiga, Pernah Berjaya di 2010 tapi Kini Terpuruk

Hawin Alaina  /  Ponco Suseno  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pedagang pakaian di Pasar Raya II Salatiga, Erzal menilai sepinya pembeli di pasar setempat imbas dari penjualan online, Rabu (20/9/2023). (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SALATIGA — Maraknya penjualan berbagai produk secara online dinilai turut berimbas pada kondisi sepinya pembeli di Pasar Raya II Kota Salatiga, Jawa Tengah. Tempat grosir dan eceran pakaian terbesar di Salatiga ini sekarang kondisinya semakin sepi pembeli.

Hal itu dirasakan salah seorang pedagang pakaian kawakan Erzal. Diakuinya, tiga tahun belakangan ini pembeli semakin sepi.

Advertisement

Hal itu berimbas pada omzet penjualan di dua kios miliknya yang mengalami penurunan 50% lebih. Erzal berjualan di pasar tersebut sejak tahun 1998.

“Dalam keadaan normal, tiga tahun lalu bisa membukukan omzet dalam satu bulan hingga Rp40 juta. Sekarang ini, mencari Rp10 juta dari dua kios saja susah banget,” kata pria asal Bukittinggi ini kepada Solopos.com, Rabu (20/9/2023).

Advertisement

“Dalam keadaan normal, tiga tahun lalu bisa membukukan omzet dalam satu bulan hingga Rp40 juta. Sekarang ini, mencari Rp10 juta dari dua kios saja susah banget,” kata pria asal Bukittinggi ini kepada Solopos.com, Rabu (20/9/2023).

Penurunan omzet yang terus-menerus itu membuat Erzal harus merumahkan karyawan yang dulu pernah bekerja di tempatnya.

Tidak hanya itu, Erzal juga harus menutup dua kiosnya karena penurunan omzet yang terus terjadi sejak setelah pandemi Covid-19.

Advertisement

Diakuinya, penurunan penjualan mulai dirasakan setelah pandemi covid-19. Kemudian ada gempuran penjualan secara daring atau online merajalela sehingga penjualan secara langsung atau offline semakin sepi.

Erzal sebenarnya juga telah berusaha mengikuti perkembangan zaman dengan berjualan secara online yang dilakukan oleh anaknya. Namun hasilnya belum juga terlihat.

Penyebabnya, kalah saing dengan penjual atau reseller dari online yang sudah lama dengan harga yang lebih murah.

Advertisement

Online pun yang beli tetangga, saudara, dan teman. Tidak bisa mencakup pasar umum kita,” ungkapnya.

Erzal bercerita, puncak kejayaan pedagang pakaian di Pasar Raya II pada tahun 2010. Ketika itu, dirinya bisa memiliki empat kios dengan enam karyawan.

Namun semua itu telah berlalu seiring dengan gencarnya penjualan secara online.

Advertisement

“Pada saat itu, omzet bisa diandalkan dan bagus. Per bulan, omzet per bulan minimal Rp50 juta,” bebernya.

Penurunan drastis terjadi setelah pandemi dan adanya penjualan secara online. Bahkan beberapa temannya yang dulu berdagang pakaian harus menutup kiosnya karena tidak bisa mencukupi untuk operasional.

Erzal saat ini masih bertahan karena lokasi kios miliknya cukup strategis. Kiosnya terletak di jalan masuk Pasar. Namun dengan gencarnya penjualan online, dirinya hanya bisa pasrah.

“Ya bagaimana lagi, biasanya dagang di sini ya pagi, pukul 08.00 WIB kita tetap buka dan pukul 17.00 WIB tutup. Ya hanya itu saja yang bisa dilakukan,” tandas Erzal.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif