SOLOPOS.COM - Salah satu rumah arwah buatan Ong Bing Hok, perajin asal Pecinan Semarang. (Solopos.com-Ria Aldila Putri)

Solopos.com, SEMARANG — Kisah inspiratif demi mempertahankan tradisi datang dari Ong Bing Hok, 75, seorang perajin rumah arwah di Kawasan Pecinan, Kota Semarang. Berbagai tantangan untuk mempertahankan warisan leluhur pernah dihadapinya. Bahkan, kerajinan membuat rumah arwah itu pun sempat dilarang pemerintah, tepatnya di masa pemerintahan Presiden Soeharto atau zaman Orde Baru (Orba).

Rumah arwah merupakan miniatur rumah atau rumah-rumahan yang dibuat untuk keperluan sembayang masyarakat keturunan Tionghoa. Rumah-rumahan ini terbuat dari bambu dan kertas, lengkap dengan miniatur perabotan di dalamnya.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Rumah arwah ini biasanya dibuat sebagai persembahan bagi arwah sanak keluarga yang telah meninggal. Berdasarkan tradisi, ada kepercayaan jika roh tidak dibuatkan rumah arwah, maka arwahnya akan tersesat atau gentayangan.

Kini di era modern, pembuatan rumah arwah pun masih sangat dibutuhkan masyarakat keturunan Tionghoa. Meski demikian, jumlah perajin rumah arwah kian minim. Bahkan di Kawasan Pecinan Semarang, konon Ong Bing Hok menjadi satu-satunya perajin rumah arwah yang masih tersisa hingga kini.

“Dalam kepercayaan kami, orang meninggal rohnya harus diberi rumah. Kalau tidak diberi rumah, arwahnya bisa tersesat,” ujar Ong Bing Hok saat dijumpai Solopos.com di bengkel pembuatan rumah arwah miliknya di Gang Baru, Pecinan Semarang, Rabu (31/1/2024).

Ong Bing Hok mengaku usaha pembuatan rumah arwah ini merupakan warisan turun temurun dari keluarganya. Ia merupakan generasi keempat dari keluarganya yang menggeluti kerajinan tersebut. Ia bahkan mengeklaim saat ini hanya dirinya satu-satunya yang menjadi perajin rumah arwah di Pecinan Semarang.

“Saya generasi keempat, sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Di Pecinan saya sendiri, tapi di tempat lain masih ada,” ujarnya.

Bertahan 

Kendati sudah generasi keempat, Ong Bing Hok mengaku usaha pembuatan rumah arwah keluarganya itu tak pernah surut. Bahkan saat zaman Orde Baru (Orba), meski usaha pembuatan rumah arwah sempat dilarang, dirinya tetap bisa bertahan. Harapan baru kembali muncul setelah Orba berakhir, atau saat Indonesia dipimpin Abdurrahman Wahid, atau yang karib disapa Gus Dur.

Pada masa Gus Dur, masyarakat keturunan Tionghoa memang mendapat keleluasan dalam menjalankan tradisi maupun keyakinan yang tidak diperoleh selama masa pemerintahan Presiden Soeharto. Kala itu Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000, yang salah satu putusannya mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.

Melalui Keppres yang dikeluarkan Gus Dur itu, masyarakat keturunan Tionghoa pun lebih leluasa dalam menjalankan tradisi maupun keyakinan. Hal ini pulalah yang memberikan dampak positif bagi usaha pembuatan rumah arwah Ong Bing Hok.

Kini Ong Bing Hok pun berharap tradisi yang diwariskan keluarganya secara turun temurun itu bisa dipertahankan dan tak pernah pudar, khususnya di Pecinan Semarang. Ia pun berencana mewariskan usaha itu kepada anaknya.

“Nanti anak saya yang akan meneruskan. Tradisi itu jangan sampai hilang. Harus diteruskan, meski nanti berkurang,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya