Jateng
Rabu, 31 Januari 2024 - 22:31 WIB

Cerita Perajin Rumah Arwah di Pecinan Semarang, Bertahan di Zaman Orde Baru

Ria Aldila Putri  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu rumah arwah buatan Ong Bing Hok, perajin asal Pecinan Semarang. (Solopos.com-Ria Aldila Putri)

Solopos.com, SEMARANG — Kisah inspiratif demi mempertahankan tradisi datang dari Ong Bing Hok, 75, seorang perajin rumah arwah di Kawasan Pecinan, Kota Semarang. Berbagai tantangan untuk mempertahankan warisan leluhur pernah dihadapinya. Bahkan, kerajinan membuat rumah arwah itu pun sempat dilarang pemerintah, tepatnya di masa pemerintahan Presiden Soeharto atau zaman Orde Baru (Orba).

Rumah arwah merupakan miniatur rumah atau rumah-rumahan yang dibuat untuk keperluan sembayang masyarakat keturunan Tionghoa. Rumah-rumahan ini terbuat dari bambu dan kertas, lengkap dengan miniatur perabotan di dalamnya.

Advertisement

Rumah arwah ini biasanya dibuat sebagai persembahan bagi arwah sanak keluarga yang telah meninggal. Berdasarkan tradisi, ada kepercayaan jika roh tidak dibuatkan rumah arwah, maka arwahnya akan tersesat atau gentayangan.

Kini di era modern, pembuatan rumah arwah pun masih sangat dibutuhkan masyarakat keturunan Tionghoa. Meski demikian, jumlah perajin rumah arwah kian minim. Bahkan di Kawasan Pecinan Semarang, konon Ong Bing Hok menjadi satu-satunya perajin rumah arwah yang masih tersisa hingga kini.

Advertisement

Kini di era modern, pembuatan rumah arwah pun masih sangat dibutuhkan masyarakat keturunan Tionghoa. Meski demikian, jumlah perajin rumah arwah kian minim. Bahkan di Kawasan Pecinan Semarang, konon Ong Bing Hok menjadi satu-satunya perajin rumah arwah yang masih tersisa hingga kini.

“Dalam kepercayaan kami, orang meninggal rohnya harus diberi rumah. Kalau tidak diberi rumah, arwahnya bisa tersesat,” ujar Ong Bing Hok saat dijumpai Solopos.com di bengkel pembuatan rumah arwah miliknya di Gang Baru, Pecinan Semarang, Rabu (31/1/2024).

Ong Bing Hok mengaku usaha pembuatan rumah arwah ini merupakan warisan turun temurun dari keluarganya. Ia merupakan generasi keempat dari keluarganya yang menggeluti kerajinan tersebut. Ia bahkan mengeklaim saat ini hanya dirinya satu-satunya yang menjadi perajin rumah arwah di Pecinan Semarang.

Advertisement

Bertahan 

Kendati sudah generasi keempat, Ong Bing Hok mengaku usaha pembuatan rumah arwah keluarganya itu tak pernah surut. Bahkan saat zaman Orde Baru (Orba), meski usaha pembuatan rumah arwah sempat dilarang, dirinya tetap bisa bertahan. Harapan baru kembali muncul setelah Orba berakhir, atau saat Indonesia dipimpin Abdurrahman Wahid, atau yang karib disapa Gus Dur.

Pada masa Gus Dur, masyarakat keturunan Tionghoa memang mendapat keleluasan dalam menjalankan tradisi maupun keyakinan yang tidak diperoleh selama masa pemerintahan Presiden Soeharto. Kala itu Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000, yang salah satu putusannya mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.

Melalui Keppres yang dikeluarkan Gus Dur itu, masyarakat keturunan Tionghoa pun lebih leluasa dalam menjalankan tradisi maupun keyakinan. Hal ini pulalah yang memberikan dampak positif bagi usaha pembuatan rumah arwah Ong Bing Hok.

Advertisement

Kini Ong Bing Hok pun berharap tradisi yang diwariskan keluarganya secara turun temurun itu bisa dipertahankan dan tak pernah pudar, khususnya di Pecinan Semarang. Ia pun berencana mewariskan usaha itu kepada anaknya.

“Nanti anak saya yang akan meneruskan. Tradisi itu jangan sampai hilang. Harus diteruskan, meski nanti berkurang,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif