Solopos.com, KEBUMEN-Jika di daerah lain ada sekaten, kirab, dan grebeg untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW maka di Kabupaten Kebumen ada tradisi Gebyag Cah Angon. Tradisi ini biasa dilakukan di daerah Pantai Pranji Desa Entak, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen.
Tradisi ini sudah berlangsung turun-menurun dan diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 Maulid. Waktu tersebut merupakan hari sakral di mana masyarakat Desa Entak wajib melaksanakan tradisi Gebyag Cah Angon. Hal ini dilakukan masyarakat agar mendapatkan berkah, keselamatan, dan kesejahteraan hidup.
Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan
Acara ini diselenggarakan oleh para pemuda Desa Entak yang tergabung dalam Serikat Remaja Urut Sewu, Desa Entak, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dalam penyelenggaraannya mereka bekerja sama dengan Pemerintah Desa Entak dan Paguyuban Cah Angon.
Dikutip dari makalah berjudul Kearifan Lokal dalam Tradisi Gebyag Cah Angon, Selasa (26/9/2023), nama tradisi itu memiliki sejarah. Realitas pada zaman dahulu yang menjadi cerita turun temurun. Di desa Entak, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, anak-anak yang masih berusia 12 tahun sudah terbiasa menggembala ternak.
Penggembalaan ini biasanya dilakukan di pesisir. Pada bagian selatan kawasan berpasir halus ini terdapat zona penyangga yang dalam istilah lokal disebut Bra-Sengaja, yang memiliki fungsi sebagai tempat menggembalakan ternak atau piaraan. Di sana ada hamparan rerumputan hijau.
Banyaknya cah angon dikarenakan mayoritas penduduk pada masa itu adalah petani dan peternak. Cah angon sebenarnya adalah kependekan dari bocah angon atau anak penggembala atau penggembala kecil. Penggembala kecil atau penggembala yang belum dewasa dalam Bahasa Jawa disebut dengan istilah bocah angon.
Tradisi Gebyag Cah Angon merupakan tradisi yang pelaksanaannya tidak hanya dalam sehari namun merupakan rangkaian kegiatan yang berisi aktivitas bersama. Namun yang namanya Gebyag Cah Angon merupakan rangkaian acara yang hanya ada setahun sekali. Uniknya adanya penyatunya para pemuda dengan seluruh lapisan masyarakat demi terselenggaranya acara ini.
Segala aktivitas yang ada dalam tradisi Gebyag Cah Angon di Kebumen ini memiliki tujuan yaitu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas panen atau ternak yang melimpah di tahun ini serta mengharap berkah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk segala kebaikan dan kesejahteraan di tahun depan.
Sebelum acara dimulai, biasanya masyarakat menggelar kerja bakti bersama yang disebut kerigan. Kerigan ini dilakukan secara gotong-royong dengan pembagian tugas yang antara pemuda, bapak, dan ibu.
Aktivitas bersih desa atau biasa disebut merti desa menandakan kesucian. Jadi ketika tradisi Gebyag Cah Angon akan dilakukan maka desa lebih dahulu harus bersih karena tradisi ini mengandung nilai harapan untuk kebaikan bersama.
“Sebelum arak-arakan biasanya masyarakat sudah bermusyawarah sebelumnya itu mereka bersama-sama bergotong-royong mengumpulkan anggaran baik dari keuangan baik secara gotong royong dalam bentuk menarik bambu dan sumbangan yang lain kemudian setelah pendukung sudah terkumpul bambu itu langsung dibawa ke banjir laut untuk mendirikan semacam rumah atau gubuk yang terbuat dari bambu yang menggunakan jerami ataupun rumput ilalang,” ujar Sekdes Entak, Rajemin, dikutip dari kanal YouTube Rahasia Tauhid99 berjudul Seni dan Tradisi Islam Gebyag Cah Angon pada Selasa (26/9/2023).
Bangunan kepercayaan bahwa segala upaya untuk baik harus diawali dengan yang bersih. Kemudian dilanjutkan dengan membersihkan Makam Syekh Maulana Nurul Dhuhur atau Mbah Dhuhur yang merupakan penyiar agama Islam di wilayah pesisir selatan Kebumen.
Sebelum pelaksanaan acara Gebyag Cah Angon, masyarakat Desa Entak Kabupaten Kebumen bersama-sama membuat sangon atau bekal untuk dibawa ke Pantai Segara Kidul. Sangon dibuat karena pada masa dahulu biasanya bocah angon tersebut membawa bekal makan saat mereka menggembalakan ternaknya.
“Sebelum arak-arakan biasanya masyarakat sudah bermusyawarah sebelumnya itu dia bersama-sama bergotong-royong mengumpulkan anggaran baik dari keuangan baik secara gotong royong dalam bentuk
menarik bambu dan sumbangan yang lain,” tutur Rajemin.
Sangon ini biasanya berisi jajan pasar dengan menu wajib telur bebek/entog rebus yang disebut entak-entik atau sangonan pesisiran. Entak bermakna selamatan untuk kalangan tua. Sedangkan entik merupakan selamatan untuk kalangan anak kecil. Selain itu ada juga tumpeng.
Tumpeng tersebut sebagai tanda nyeyuwun kepada Allah supaya diberi kekuatan karena itu cuma sebagai tanda saja, itu tanda sebagai slametan,” ujar sesepuh desa, Mbah Parija, dikutip dari YouTube Rahasia Tauhid99 berjudul Seni dan Tradisi Islam Gebyag Cah Angon.
Ciri Khas Tradisi Gebyag Cah Angon
Ciri khas dari tradisi Gebyag Cah Angon masyarakat Desa Entak adalah melakukan kirab lembu atau menggiring sapi dan kambing ke Segara Kidul. Tradisi ini dimulai dengan arak-arakan sapi oleh pemiliknya. Sapi diarak mulai dari desa hingga tempat acara berlangsung yaitu di Pantai Pranji. Sebelum diarak setiap
penggembala (cah angon) mendandani sapi dengan berbagai aksesoris leher. Setelah para ternak di tempatkan di padang rumput di pesisir pantai kemudian para peternak melakukan ritual selanjutnya menuju pantai Pranji.
“Kalau arak-arakan itu ya semampunya kalau mampu ya bikin arak-arakan tapi kalau tidak mampu ya cukup bikin gubug slametan. Kalau zaman dulu diiringi sapi dan kambing, iring-iringan itu ya fungsinya untuk menggembirakan,” tutur Mbah Parija.
Sesampainya di pantai acara selanjutnya adalah wilujengan yang ditandai dengan pemotongan tumpeng, yang diiringi dengan doa bersama. Doa yang dibaca yaitu tiga kali kalimat Syahadat, tiga kali Al-Fatihah, sebelas kali Al-Ikhlas, dan satu kali An-Nas. Selanjutnya, seblak cemethi yang diiringi dengan tembang tradisional Cah Angon yaitu tembang Lir-ilir dengan cengkok dhandanggula dan suasana khas anak gembala.
Gebyag Cah Angon di Kabupaten Kebumen juga menghadirkan kesenian-kesenian khas seperti eblek, ketoprak, kuda lumping, dan campur sari. Serta ada juga lomba panjat pinang untuk menyemarakkan acara. Hal ini dikatakan oleh masyarakat sebagai bentuk nguri-uri budaya Jawa.
Sebagai puncak acara Gebyag Cah Angon, warga bersama-sama melakukan besem atau bakar gubuk atau bakar kandang bambu. Dahulu yang dibakar adalah alang-alang yaitu sejenis rumput yang tumbuh liar di sekitar pantai, namun karena alang-alang sudah sangat jarang maka sebagai penggantinya adalah jerami yang
dipasang sebagai atap pada sebuah gubuk. Hal itu sebagai simbol agar para pemilik ternak dijauhkan dari sangkala.
Selama kegiatan berlangsung akan banyak dijumpai tumpeng-tumpeng kecil yang diletakkan di gapura masuk desa, pertigaan jalan dan perempatan jalan yang sering dilewati oleh dusun mereka. Ini adalah salah satu cara mereka menghormati leluhur.
Tumpeng-tumpeng kecil ini dibuat oleh masyarakat dari dana iuran yang terkumpul. Adanya sikap spiritual yang tinggi mengakibatkan mereka melakukan semua aktivitas ini tanpa memikirkan materi yang terbuang seperti contoh untuk sesaji yang diletakkan di jalan.
Sesaji ini mereka buat dan letakkan sebagai sarana ritual agar apa yang dilakukan tercapai