Jateng
Senin, 2 Oktober 2023 - 16:16 WIB

Miris! Kekerasan di Jateng Capai 2.100 Kasus pada 2023, Terbanyak Anak-anak

Adhik Kurniawan  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak korban kekerasan (freepik.com).

Solopos.com, SEMARANG – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3KB) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mencatat ada 2.100 kasus kekerasan anak dan perempuan sepanjang 2023. Dari ribuan kasus kekerasan itu, paling banyak terjadi terhadap anak.

Kepala DP3AKB Provinsi Jateng, Retno Sudewi, mengatakan angka tersebut didapat dari aduan masyarakat mulai Januari hingga September 2023. Perincinannya aduan kekerasan terhadap anak mencapai 1.200 kasus dan yang menimpa perempuan sekitar 900 kasus.

Advertisement

“Sampai sekarang laporan ke DP3AKB didominasi aduan tentang kekerasan terhadap anak,” papar Retno, Senin (2/10/2023).

DP3AKB Jateng pun mengaku prihatin atas masih banyaknya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Oleh sebab itu, pihaknya menuturkan DP3AKB di tingkat provinsi hingga daerah akan turun untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Fokus kami memberikan perlindungan, pendampingan dan pencegahan kekerasan. Jajaran DP3AKB Provinsi Jateng hingga daerah akan terus bergerak,” akunya.

Advertisement

Retno menambahkan, korban kekerasan akan terus didampingi oleh DP3AKB hingga masuk ke ranah hukum. Sebab, korban punya hak pendampingan yang harus dipenuhi.

“Melihat banyaknya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, kami sepakat agar pelaku diadili sesuai undang-undang yang berlaku,” tutupnya.

Sebelumnya, kasus perundungan disertai penganiayaan menimpa seorang siswa SMP di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Jateng). Kasus ini pun banyak menyita perhatian khalayak ramai, bahkan viral di media sosial setelah videonya tersebar.

Advertisement

Pakar pendidikan dari Universitas PGRI Semarang (Upgris), Ngasbun Edgar, yang menyarankan sudah saatnya tiap sekolah membentuk tim satuan tugas (Satgas) Antiperundungan.

“Tim Antiperundungan ini terdiri atas guru, tenaga administrasi, psikolog, dan siswa itu sendiri. Tujuanya untuk mengawasi tingkah dan perkembangan karakter anak di sekolah. Sehingga bisa mencegah perundungan sedini mungkin sebelum jatuhnya korban,” kata Ngasbun.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif